TobaTimes-Suasana Jalan Farel Pasaribu atau Jalan Lapangan Bola Bawah, Kelurahan Pardamean, Siantar Marihat, Minggu (4/9) malam, gaduh. Ratusan massa mendatangi kediaman Simpang Sembiring (55) dan melemparinya dengan batu. Bahkan, rumah itu nyaris dibakar.
Ilustrasi. |
Informasi dari lokasi kejadian, warga yang sempat kesurupan itu bernama St Antonius Peringatten Tarigan (52). Menurut warga sekitar, malam itu Peringatten tiba-tiba tak sadarkan diri dan histeris.
"Setelah kesurupan itu, Pak Tarigan yang kondisinya tak sadar, mendatangi rumah Simpang Sembiring. Waktu itu jam 21.00 WIB saat hujan turun. Kemudian warga yang mengetahui kejadian, meminta agar Pak Tarigan didampingi supaya bisa masuk ke rumah S Sembiring," kata seorang warga bermarga Ginting.
Setelah itu warga lain ikut berdatangan dan ingin mengetahui kejadian. Apalagi langsung dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa selama beberapa tahun belakangan. Seperti adanya warga yang meninggal tiba-tiba yang diduga akibat begu ganjang.
Sementara St Antonius Peringatten Tarigan yang ditemui di kediamannya menceritakan, awalnya pada Minggu (4/9) sekira pukul 20.00 WIB, ia dan anaknya Jonri Novel Tarigan (13) berjalan kaki dari rumah menuju kediaman orangtuanya di Jalan Mangga. Peringatten hendak meminta minyak urut.
Namun di tengah jalan, persisnya di depan rumah Simpang Sembiring di seberang jalan depan warung tuak, tiba-tiba ia merasakan hal yang aneh. Tiba-tiba saja angin kencang menghampirinya dan membuat pikirannya kosong. Setelah itu, ia pun tak sadarkan diri.
“Sewaktu berjalan itu, tiba-tiba bapak oyong. Begitu sampai ke rumah oppung di Jalan Mangga, tiba-tiba bapak menjerit-jerit. Pak-pak, obati aku pak. Obati ma au pak... Lalu bapak pingsan,” kata Jonri melanjutkan cerita bapaknya sekaligus mengutarakan apa yang dilihatnya malam itu.
Selanjutnya saat tak sadarkan diri itu, Peringatten meminta di bawa ke sebuah rumah sambil menunjuk-bunjuk. Warga pun membawa dan menuruti permintaannya. Ternyata, ia meminta diantar ke rumah Simpang Sembiring.
”Aku mau pulang ke rumahku, itu rumah ku!” lanjut Jonri menirukan ungkapan bapaknya yang terus menerus menunjuk rumah Simpang Sembiring.
Selanjutnya Peringatten dalam kesurupannya kemudian menyebut-nyebut nama Simpang Sembiring. Karena penasaran, warga menanyai Peringatten yang sedang kesurupan dan meminta roh halus yang merasukinya mengungkapkan jati diri.
Selanjutnya, dalam kondisi tak sadar, Peringatten mengatakan bahwa ia adalah orangtua dari Simpang Sembiring. “Rumahku di sini. Rumahku terohbulo. Aku bapaknya Simpang Sembiring. Aku Mamaknya Simpang Simbiring.”
Selanjutnya warga terus menanyai Peringatten yang kesurupan. “Aku lapar, sudah lama aku tidak dikasih makan. Makananku ayam putih dan itak gurgur,” kata Peringatten saat itu sembari tengkurap lalu menjulurkan lidahnya seperti ular, kemudian masuk menuju rumah Simpang Sembiring.
B br Sembiring (46), istri dari Peringatten menambahkan, saat suaminya kesurupan, warga sempat memanggil Simpang Sembiring. Lalu bersama-sama mereka membawa Peringatten ke rumah orangtuanya di Jalan Mangga. Di rumah tersebut, warga mendesak Simpang Sembiring mengobati Paringatten. Namun saat itu Simpang menolak dan mengaku tidak tahu menahu dengan apa yang telah terjadi.
Selanjutnya dengan dipapah, bersama warga dari Jalan Mangga diikuti Simpang Sembiring dari belakang, Peringatten mendatangi rumah Simpang Sembiring. Sampai di depan rumah Simpang, disaksikan banyak warga, Peringatten menunjuk-nunjuk rumah Simpang lalu berkata: aku mau pulang ke rumahku, itu rumahku.
“Aku lapar, sudah lama aku tidak dikasih makan. Ayam putih dan itak gurgur makananku,” tambah br Sembiring seraya mengatakan bahwa suaminya yang sedang kesurupan kemudian tidur tengkurap di tanah, lalu menjulurkan lidahnya seperti ular dan masuk menuju rumah Simpang Sembiring.
Di melanjutkan, saat itu warga sudah mulai terlihat emosi dan anarkis.
“Suami saya kesurupan pada Minggu (4/9) malam pukul 20.00 WIB. Ia sembuh pada Senin (6/9) pagi sekira pukul 04.00 WIB. Itupun setelah diobati pendeta dari Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Jalan Nias, yakni Pendeta M Ginting. Saat itu pendeta menggelar kebaktian di rumah,” ujarnya.
Ia menjelaskan, antara keluarganya dan Simpang Sembiring masih satu gereja di GBKP, bahkan masih satu sektor, yakni sektor 10-B. “Suami saya sintua di GBKP. Kami dan keluarga Simpang Sembiring tidak ada masalah selama ini, baik-baiknya kami,” tandasnya.
Nah, diduga setelah melihat Peringatten kesurupan, ada yang kemudian mangaitkannya dengan kematian beberapa warga sekitar belakangan. Hal itu pun disebut-sebut karena adanya begu ganjang yang dipelihara oleh warga setempat.
“Seminggu sebelum kejadian, memang ada warga bernama Jonny Tarigan di Gang Prona. Baru dua bulan menikah, ia meninggal mendadak,” ujarnya.
Bahkan menurut beberapa warga sekitar yang sempat diwawancarai koran ini, sudah ada empat warga Gang Prona yang meninggal mendadak.
“Salah seorang di antaranya adalah si Jonni Tarigan itu. Ia seorang tukang tempel ban yang baru dua bulan menikah. Tiba-tiba meninggal mendadak Jumat lalu. Selain itu ada juga Aldra Tarigan, Junan Purba, Esterina br Sembiring,” ungkap pria warga sekitar lokasi.
Karena tersulut emosi, ratusan warga, baik dari Kelurahan Pardamean maupun dari Kelurahan Parhorasan Nauli, langsung mendatangi kediaman Simpang Sembiring yang diduga memelihara begu ganjang. Di sana, massa melempari rumah menggunakan batu, bahkan disebut-sebut sempat menyiramkan minyak bensin.
Beruntung ada warga yang langsung melaporkan kejadian ke polisi. Tak lama, personel Polres Pematangsiantar datang dan meredakan suasana serta mengamankan lokasi. (int)
0 comments:
Post a Comment