16.9.17

Aksi Pencabulan Kakek Terungkap karena Celana Dalam Baru


TobaTimes - Kasus pencabulan ini boleh dibilang unik. Kasus pencabulan yang dilakukan oleh kakek berinisial SL (54), warga Jalan Ampera, Gang Dame, Kelurahan Bantan, Medan Tembung, ini terungkap gara-gara celana dalam.

Ilustrasi.
Korbannya adalah gadis berusia 9 tahun yang tak lain adalah anak tetangganya. Kini, pelaku mendekam di sel tahanan sementara Polsek Percut Seituan.

Kanit Reskrim Polsek Percut Seituan Iptu Philip Purba mengatakan, kasus ini terungkap berawal dari kecurigaan AM, yang tak lain orangtua korban. AM curiga terhadap gerak-gerik putrinya yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu.

“Jadi, pada Senin (11/9/17) itu, anaknya terlihat lemas. Ditambah lagi dengan celana dalam yang dipakai anaknya. Celana itu terlihat baru. Namun sang anak menjawab celana itu punya ibu-ibu yang berada di Gang Jawa, dengan alasan robek terkena pagar besi,” ungkap Philip, Jumat (15/9/17).

Namun orangtua korban tak percaya begitu saja dengan jawaban sang anak. AM terus mendesak agar anaknya menceritakan kejadian yang sebenarnya dialami. “Setelah ditanya terus, akhirnya si anak mengaku sakit di bagian kemaluannya karena baru disetubuhi oleh SL. Lantaran pendarahan, pelaku SL membelikan obat kepada korban dengan tujuan agar pendarahannya berhenti,” ujar Philip.

Orangtuanya sangat terkejut dengan pengakuan buah hatinya. Tanpa membuang waktu, AM melaporkan SL ke Polsek Percut Seituan.

“Dari laporan korban dilakukan penyelidikan. Hasilnya, ternyata pelaku sudah sering membawa korban ke sebuah hotel yang berada di Jalan Juanda Medan. Pelaku sendiri ditangkap dari kediamannya dan saat ini sedang dalam proses hukum lebih lanjut,” pungkas Philip. (ps/tb/int)
 

15.9.17

PNS Bunuh Diri: Aku Minta Maaf Belum Bisa Buat Adek Bahagia


TobaTimes - Seorang PNS bernama Junaidi alias Capek (42) mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di rumahnya, Gang Permai, Kelurahan Tanjung Kapuas, Sanggau, Kalimantan Barat. Peristiwa itu terjadi pekan lalu, tepatnya pada Jumat (1/9/17).

Ilustrasi.
Orang yang pertama kali menemukan jasad korban adalah istrinya sendiri, Minarni. Ia melihat suaminya sudah tergantung usai pulang shalat Idul Adha, Jumat pagi. Minarni langsung teriak sehingga terdengar Muslimin, keponakannya, yang juga tetangganya. Begitu datang, Muslimin kemudian menurunkan jasad Capek.

Tak beberapa lama, warga pun berdatangan ke rumah korban. Di sekitar lokasi kejadian, ditemukan surat tulisan tangan yang ditujukan kepada keluarga.

Pria yang bekerja sebagai PNS di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sanggau itu nekat mengakhiri hidupnya lantaran terlilit utang dan keterbatasan ekonomi. Sebelum bunuh diri, korban meninggalkan wasiat.

Surat wasiat itu berbunyi “Aku minta maaf kepada semua yang ada di rumah. Kepada anak-anak sekolah benar. Buat isteri cantik, aku minta maaf belum bisa buat adek bahagia.”

Minarni sendiri tak memiliki firasat apapun ketika hendak menunaikan salat Ied pagi itu. Sekitar pukul 06.45, Junaidi menyuruhnya pergi lebih dulu ke masjid. Ketika itu Minarni sempat melihat suaminya menulis sesuatu. “Tapi tidak ada rasa curiga,” kata Kapolsek Kapus Iptu Sri Mulyono.

Kapolsek juga mengatakan pihak keluarga menolak jenazah korban diotosi. Usai shalat Jumat, jasad korban dimakamkan. (bbs/int)
 

Wanita Itu Menangis dan Berguling-guling di Tanah


TobaTimes - Ratusan personel Satpol PP membongkar kamar petak di belakang warung kitik-kitik di ruas jalan Pantai Binasi, Kecamatan Sorkam Barat, Tapteng, Kamis (14/9/17). Seorang wanita setengah baya yang merupakan pemilik salah satu warung yang protes, tampak menangis sambil berguling-guling di tanah.

Personil Satpol PP melakukan pembongkaran warung kitik-kitik.
Wanita separuh baya itu meminta agar personel Sat Pol PP tidak membongkar kamar di belakang warungnya itu. “Jangan dibongkar, Pak. Tolong jangan dibongkar,” ujarnya sambil terus menangis dan berguling-guling.

Ironisnya, sejumlah warga yang turut menyaksikan pembongkaran itu justru tertawa dan mengejek kelakuan wanita itu. Salah seorang petugas meminta agar warga tidak menyoraki wanita itu dan membiarkan dia menangis dan berguluing-guling di tanah.

Pembongkaran dipimpin Kasat Pol PP Hikmal Batubara yang turut didukung oleh Denpom, Polres Tapteng dan Koramil. Eksekusi sejumlah kamar berukuran kecil yang berjejer di belakang warung minuman tersebut dilakukan setelah sebelumnya sudah mendapat surat teguran dan surat perintah bongkar.

Hikmal mengatakan, eksekusi pembongkaran sejumlah kamar kamar yang diduga tempat maksiat itu dilakukan berdasarkan surat teguran dan sesuai prosedur yang sudah dilayangkan kepada para pemili, yakni Hulman Pasaribu, Masda Hutabarat dan Unyil.

"Kita juga sudah lakukan penggerebekan. Kita lanyangkan surat kepada pemilik warung. Ada tiga pemilik yang sudah disurati agar melaksanakan pembongkaran kamar petak-petak di belakang pondok yang berada di lokasi jalan lintas Binasi ini. Namun mereka tetap bandel sehingga kita melakukan tindakan eksekusi. Kita juga dibantu oleh polisi militer, Polres Tapteng, Koramil 02 Sorkam, kapolsek, camat, lurah, tokoh agama, tokoh pemuda dan masyarakat. Yang kita bongkar adalah kamar petak di belakang pondok ini,” papar Hikmal.

Lurah Binasi Sulaiman Pasaribu mengatakan, pembongkaran lokasi pondok warung kitik-kitik itu atas laporan masyarakat tentang adanya praktik  prostitusi di sejumlah warung di Kelurahan Binasi.

"Pembongkaran ini atas adanya laporan warga yang resah adanya warung bentuk pondok menyediakan kamar kecil bagi pelanggannya. Atas laporan tersebut, maka dilaksanakan operasi untuk membersihkan lokasi di sepanjang jalan Pantai Binasi. Ini sudah meresahkan, masyarakat tidak senang, ya harus dibongkar. Pantai Binasi ini merupakan lokasi obyek wisata, jadi harus bersih dari maksiat,” tegasnya. (sumber: newtapanuli)

Sedih, Ia Minum Racun Karena Stres Ibunya Meninggal


TobaTimes - Seorang pria bernama Ando Ardana (20), warga Huta I, Nagori Talun Rejo, Kecamatan Pematang Bandar, nekad meminum racun untuk mengakhiri hidupnya. Untung saja aksi nekadnya itu segera diketahui tetangga. Peristiwa itu terjadi pada Rabu (14/9/17) sekira pukul 10.30 WIB.

Minum racun karena depresi.
Aksi Ando segera diketahui masyarakat ketika salah seorang tetangga bernama Lastri (35) hendak mengantarkan makanan ke rumahnya. Saat tiba di halaman rumah Ando, Lastri mendengar suara erangan kesakitan dari dalam rumah. Merasa ada hal aneh, Lastri langsung memanggil warga lain.

Sukerman (35), salah seorang tetangga korban, kemudian mendatangi Lastri dan bertanya ada apa dia memanggilnya. Lastri menceritakan dan langsung direspon Sukerman. Mereka mendatangi rumah Ando dan menerobos masuk ke rumahnya.

Di dalam rumah, mereka melihat Ando sudah tergeletak sambil mengerang kesakitan. Mereka juga mencium aroma racun hama di ruangan. Bau itu diduga muncul karena ada muntahan tercecer di ruangan tersebut. Mereka kemudian menduga korban sudah meminum racun hama.

Warga kemudian melarikan korban ke Puskesmas Kerasaan Pematang Bandar guna mendapatkan pertolongan medis. Setibanya di Puskesmas, tim medis berusaha memberikan pertolongan, namun tak lama kemudian Ando dirujuk ke RS Tiara Pematangsiantar untuk mendapat perawatan lebih intensif.

Personel kepolisian dari Mapolsek Perdagangan kemudian melakukan penyelidikan terkait peristiwa tersebut. Saat pemeriksaan lokasi kejadian, petugas menemukan satu botol plastik kosong bekas racun serangga merk Nurban, yang diduga isinya sudah diminum korban.

Menurut para tetangga, ibunya ternyata baru meninggal beberapa waktu lalu, sementara ia baru saja menghirup udara bebas karena sekian lama di penjara. Korban diduga sangat terpukul atas kematian ibunya sehingga depresi dan putus asa.

Kapolsek Perdagangan AKP Daniel Artasasta Tambunan SH SIK membenarkan adanya kejadian tersebut. Diduga korban berusaha mengakhiri hidupnya dengan meminum racun hama karena ibunya meninggal dunia. (bbs/ms/int)

14.9.17

Diberikannya Jas Hujan pada Istri, Petir Menyambar, Lalu...


TobaTimes - Suasana duka meliputi rumah Saraman Saragih Garingging, korban tewas disambar petir. Dan duka yang sangat dalam terlihat jelas di wajah Hormasinta br Sitopu (61), istri korban. Di rumah duka di Sintaraya, Tigarunggu, Kecamatan Purba, tampak sanak keluarga silih berganti menyampaikan belasungkawa. Rencananya, korban akan dimakamkan Kamis (14/9/17).


Korban sambar petir disemayankan di rumah duka.
Rosianna br Girsang dan Devirawati Saragih Garingging (15), menantu dan putri korban saat berbincang-bincang dengan MetroSiantar, menceritakan kedua orangtua mereka sejak siang sedang berada di ladang ditemani putri ketiganya Hotriani Saragih Garingging dan seorang sanak keluarga yang baru datang dari Porsea yakni Boru Napitupulu.

Menjelang sore, hujan disertai angin kencang melanda daerah itu. Dan aktivitas di ladang pun berhenti serta orangtua mereka memilih berteduh di gubuk.

Boru Girsang melanjutkan, karena hujan hingga pukul 15.00 WIB tak kunjung reda, mertua laki-lakinya sekitar pukul 16.00 WIB, berencana pulang ke rumah hendak menerobos hujan yang masih turun. Korban pun, sempat memberikan jas hujan kepada istrinya Hormasinta br Sitopu.

“Jadi mereka sudah berencana mau pulang. Sempat lagi bapak mertuaku ngasih jas hujan sama ibu mertuaku,” kata Boru Girsang.

Ketika hendak beranjak dari pondok, lanjut Boru Girsang, tiba-tiba terdengar suara petir yang sangat keras. Dan seketika, mertuanya yang duduk bersandar di gubuk terlihat lemas.

Melihat mendiang Saraman tertunduk lemas, Boru Napitupulu mencoba memapah untuk bangkir berdiri. Tetapi, Boru Napitupulu malah merasakan arus yang masih mengalir di tubuh korban, masih kuat hingga tangannya bengkak dan memar.

Boru Girsang menambahkan, ibu mertuanya dan keluarga yang lain di gubuk panik dan berteriak meminta tolong kepada warga lainnya. Tetapi tidak ada yang datang, karena dimungkinkan sudah terlebih dahulu pulang dari perladangan.

Karena tidak ada yang datang, Boru Napitupulu pu berlari ke perkampungan meminta pertolongan kepada warga. Tapi sayang, begitu warga datang dan berusaha memberikan pertolongan pertama dengan cara mengubur tubuh korban yang tersambar petir, tidak menyelamatkan nyawa korban. Karena sudah meninggal, tubuh korban pun kembali dikeluarkan dari dalam tanah dan langsung dibawa ke rumah duka.

Saraman meninggalkan seorang istri dan empat orang anak, dua anak laki-laki yang sudah berumah tangga, dan anak perempuan yang belum menikah. Sibungsu Devirawati diketahui masih berstatus pelajar siswa Kelas 1 SMA Negeri 1 Tigarunggu. (sumber: metrosiantar.com)

13.9.17

Pacar Hamil, Ibu Baru Meninggal, Ditangkap Polisi Pula


TobaTimes - Seorang pria berinisial BMN (24) berurusan dengan polisi. Ia dilaporkan melakukan pencabulan terhadap Umi yang masih di bawah umur. Warga Ketapang, Kelurahan Simare-mare, Sibolga Utara, ini ditangkap setelah ayah Umi, MN (55), melapor ke Polres Sibolga, Senin (11/9/17).

Pelaku pencabulan (kanan).
Kasubbag Humas Polres Sibolga Iptu Ramadhan Sormin menjelaskan, MN mengaku bahwa anak gadisnya telah dibawa kabur oleh BMN yang tak lain adalah pacar korban. Pelarian itu terjadi sekitar 2 bulan lalu, tepatnya Sabtu (15/7/17). "Korban tidak pulang ke rumah. Menurut ayahnya, dibawa kabur sama tersangka ini," kata Sormin.

Diceritakan, MN mendapat kabar yang menyatakan bahwa tersangka telah kembali dari pelarian. "Pertama-tama, ayah korban mendapat kabar via SMS bahwa tersangka sudah barada di Sibolga. Kemudian ayah korban menghubungi sanak saudaranya dan aparat pemerintahan setempat, tapi tak kunjung datang. Akhirnya, dia melapor," ujar Sormin.

Kasat Reskrim AKP Sutrisno langsung memerintahkan anggota untuk melakukan penyelidikan. Berkat informasi yang diterima, petugas menangkap tersangka di salah satu kedai di sekitar rumahnya.

Kepada penyidik, tersangka mengaku kenal dengan Upik sekitar 1 tahun yang lalu. Selama bergaul, keduanya telah berulang kali melakukan hubungan layaknya suami istri. "Pertama kali pada bulan Oktober 2016, dirumah tersangka. Terakhir, Minggu (10/9/17) sekira pukul 22.00 WIB, juga di rumah tersangka," bebernya.

Akibat pergaulan bebas tersebut, Umi hamil 3 bulan. Karena hubungan keduanya tidak direstui oleh orangtuanya, tersangka memutuskan membawa lari Umi. "Hamil 3 bulan. Awalnya, setelah keluarga korban tahu anak gadisnya hamil, pihak keluarga meminta pertanggungjawaban tersangka. Tersangka kemudian melapor kepada ayahnya tentang kejadian tersebut. Namun, ayah tersangka tidak setuju, karena ibu tersangka baru saja meninggal dunia," katanya.

Tanpa permisi kepada orangtua korban, tersangka membawa kabur korban. Pertama, dia membawanya ke Siborong-borong. Dis ana mereka sempat tinggal selama 1 minggu. Kemudian, mereka pindah lagi ke Pekan Baru. Di Pekan Baru, mereka tinggal selama 1 bulan," terangnya. (bbs/int)
 

Bupati Batubara Ditangkap KPK Bersama Kadis dan Pengusaha


TobaTimes - Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain ditangkap KPK di rumah dinasnya. Arya diduga menerima suap terkait pengurusan sejumlah proyek.

Foto yang beredar saat OK Arya ditangkap.
"Ada sejumlah uang juga yang kita amankan. Indikasinya, penerimaan atau hadiah janji tersebut terkait dengan adanya fee pengurusan sejumlah proyek di sana," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (13/9/17).

Febri menyebut total ada tujuh orang yang ditangkap. Namun dia tidak memerinci siapa saja yang ditangkap. Menurut beberapa sumber, salah seorang yang ikut ditangkap itu ada oknum kepala dinas berinisial H, dan seorang adalah pengusaha asal Medan yang datang ke Batubara untuk urusan proyek.

Febri hanya menyampaikan pihak-pihak yang ditangkap itu dibawa ke Polda Sumatera Utara untuk menjalani pemeriksaan awal.

Febri menyebut, di antara tujuh orang itu, ada unsur penyelenggara negara serta unsur pejabat daerah, yaitu kepala dinas, dan dari swasta. "Ada unsur kepala daerah sebagai penyelenggara negara. Tentu sekarang proses pemeriksaan masih dilakukan, pemeriksaan awal," ucapnya.

KPK memiliki waktu 1x24 jam setelah OTT untuk kemudian menentukan status hukum pihak-pihak yang ditangkap tersebut. (bbs/int)

12.9.17

Di Aek Sigeaon, Mayat Rahmat Silitonga Ditemukan Mengapung


TobaTimes - Seorang bocah kelas V SD bernama Rahmat Silitonga (11) dilaporkan hilang sejak Senin (11/9/17) petang. Orangtua dan pihgak keluarga sudah melakukan pencarian ke berbagai tempat tapi si anak tak ditemukan.

Jasad Rahmat dievakuasi dari Aek Sigeaon.
Hingga akhirnya, Selasa (12/9/12) siang sekira pukul 14.00 Wib, jenazah Rahmat ditemukan mengapung di Aek Sigeaon, tepatnya di depan Kantor PU Desa Parbaju Julu, Kecamatan Tarutung, Tapanuli Utara (Taput).

Saat ditemukan, jasad Rahmat tidak mengenakan baju dan diduga korban sedang mandi di sungai Aek Sigeaon sebelum hilang. Tubuh korban tampak membiru dan bibir mengalami luka-beku. Jajaran Kepolisian Polres Taput langsung turun ke lokasi untuk mengevakuasi jasad korban.

Salah seorang warga, R Tambunan, mengatakan, korban masih duduk dibangku kelas V SD. "Korban hanyut sudah satu hari hilang namun baru sekarang ditemukan. Korban sudah dicari-cari orangtuanya pada hari Senin kemarin," katanya. (bbs/int)

Bus Karya Agung Terbalik, 4 Penumpang...


TobaTimes - Sebuah bus penumpang CV Karya Agung bernopol BK 7578 TL, terbalik di beram Jalan Umum Km 16-17, Nagori Bangun, Kecamatan Gunung Malela, Minggu (10/9) sekira pukul 10.15 WIB.

Karya Agung terbalik.
Bus diduga melaju kencang dari arah Pematangsiantar menuju Perdagangan. Setibanya di lokasi kejadian, sebuah kendaraan roda dua yang tidak diketahui identitasnya berada di depan searah dengan bus hendak berbelok ke arah kanan. Karena sopir kurang waspada, ia berusaha menghindar ke arah kanan arah jalan. Akibatnya bus oleng ke arah beram jalan sebelah kanan dan terbalik di beram jalan.

Melihat ada kejadian tersebut, warga dan pengguna jalan yang lain berusaha memberikan pertolongan terhadap para penumpang yang masih berada di dalam bus tersebut, dengan melarikannya ke Puskesmas Simpang Bah Jambi. Empat penumpang mengalami luka-luka, sedangkan sopirnya kabur setelah kejadian tersebut.

Berdasarkan informasi dari pihak Unit Laka Lantas Polres Simalungun, 4 penumpang mengalami luka-luka akibat kejadian tersebut, dua diantaranya anak-anak. Para korban adalah Josua Lamganda Tampubolon (3) warga Perkebunan Torganda, Desa Torganda, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Jendri Ingot Jaya Tanjung (21) warga Teluk Pulai Dalam, Kualuh Ledong, Kota Tanjung Balai.

Kemudian Ponisah (63) dan Afifah Maulana (9) warga Simpang Mayat, Kecamatan Sidamanik. Keduanya dirawat di Klinik Fanny Bangun. Sedangkan Josua dan Jendri, sempat dirawat di Puskesmas Bah Jambi, namun kemudian dirujuk ke RS Tiara Pematangsiantar, guna mendapatkan perawatan medis secara intensif.

Kasat Lantas Polres Simalungun AKP Hendri ND Barus SH SIK melalui Kanit Laka Lantas Iptu J Silalahi mengatakan, kasus laka lantas tersebut sudah ditangani pihaknya dan sudah dilakukan oleh TKP di lokasi kejadian. Sedangakan barang buktinya juga sudah dievakuasi dari lokasi kejadian dan diamankan pihaknya di Mapolsek Bangun. (bbs/int)
 

10.9.17

Inang, Bangun Kau Nang...! Bertahan Kau Nang, Jangan Tinggalkan Mamak...


TobaTimes - Seorang bayi meninggal karena ditolak rumah sakit. Penolakan itu terjadi karena keluarga tidak memiliki cukup uang untuk DP. Kisah pedih ini dituliskan Brigaldo Sinaga di akun facebook dan mendadak viral di media sosial. Berikut petika keluh kesah keluarga yang beredar di media sosial:
Ilustrasi.

DITOLAK KARENA KURANG UANG DP, BAYI DEBORA MENINGGAL DI RS MITRA KELUARGA

"Inanng...bertahan kau nang...bertahan kau nang...jangan pergi nang..jangan tinggalkan mamak nang", jerit pilu Ibu Henny Silalahi sambil menggoyang-goyangkan tubuh kaku putrinya Debora di tempat tidur IGD RS Mitra Keluarga Kalideres.
Ia terus berteriak menangis histeris tidak terima anaknya telah pergi meninggalkannya secepat itu. Di depannya sang suami terdiam menahan ledakan amarah.

Matanya memerah berkaca-kaca. Laki-laki berperawakan sedang itu akhirnya ikut menangis. Tidak sanggup menahan air mata yang coba ditahannya.

Minggu dini hari, 3 September 2017, sekitar pukul 02.30 WIB, Bayi Debora sesak nafas. Nafasnya tersengal satu-satu. Sebelumnya Debora batuk-batuk. Batuknya berdahak. Ibu Henny segera membangunkan suaminya Rudianto Simanjorang. Mereka memutuskan membawa bayinya segera ke rumah sakit Mitra Keluarga Kalideres.

Pukul 03.30 WIB, motor dihidupkan. Pagi buta mereka menembus dinginnya malam membawa bayi mungil Debora yang tampak pucat tertidur pulas. Diboncengan Bu Henny melihat tiba-tiba bayi Debora sesak nafas. "Cepatan pa...", bisik Bu Henny ke telinga suaminya. Suaminya memacu kencang motornya. Tidak begitu jauh jarak dari rumah mereka hanya 3 km jaraknya. Hanya sekitar 10 menit mereka sudah sampai di RS Mitra Keluarga Kalideres.

Sesampai di rumah sakit sekitar pukul 03.40 Wib, Debora langsung di bawa ke IGD. Ada dokter jaga di sana. Dokter Iren. Tindakan pertolongan pertama diberikan. Bayi Debora di cek suhu tubuhnya. Lalu diberikan penguapan untuk mengencerkan dahaknya. Sambil dilakukan pemeriksaan, ayah Debora Rudianto diminta mengurus administrasi pasien.

Pukul 04.10 WIB, kedua orang tua Debora dipanggil dokter Iren. Hasil diagnosa dokter Iren mengatakan si bayi Debora harus segera dibawa ke ruang PICU. Kondisinya memburuk. Pasien harus dimasukkan segera ke ruang PICU untuk memberikan pertolongan maksimal. Kedua orang tuanya mengangguk cemas. Terbayang wajah bayi mungil Debora yang mulai kesulitan bernafas. Dokter Iren menyarankan segera mengurus ke bagian administrasi.

"Maaf Pak ..bapak harus membayar uang muka sebesar Rp.19.800.000,- agar anak Bapak bisa masuk PICU", ujar Ifa petugas administrasi datar.

"Kami ada BPJS mba...tolonglah masukkan ke PICU. Selamatkan dulu anak kami", mohon Pak Rudianto sambil mengatupkan telapak tangannya di dada memohon-mohon welas asih petugas.

"Maaf Pak..rumah sakit ini belum ada kerjasama dengan BPJS. Mohon selesaikan uang muka dulu agar anak bapak bisa segera dimasukkan ke ruang PICU", ujar Tina petugas administrasi tanpa peduli sambil menyorongkan sehelai kertas berisi daftar harga uang muka pelayanan perawatan. Di kertas daftar harga itu tertera angka Rp. 19.800.000,- untuk pelayanan PICU.

Kedua orang tua Debora tampak bingung. Mereka tidak membawa uang sepeserpun. Dompet dan tas mereka tertinggal di rumah karena buru-buru membawa anaknya ke rumah sakit.

"Pa segera pulang Pa..ambil uang kita", ujar Bu Henny sambil bercucuran air mata meminta suaminya segera mengambil uang balik ke rumah.

Rudianto, ayah bayi Debora segera berlari kecil menuju parkiran motor. Keringat mengucur dari dahinya. Ia memeluk istrinya sambil menguatkan agar istrinya menjaga putri mereka di ruang IGD. Ia segera menghidupkan motornya. Mengebut membelah sunyinya jalan Peta Barat dan Selatan dengan degub jantung berdetak kencang.

Pukul 04.30 Wib ayah Debora kembali ke RS Mitra Keluarga Kalideres. Ia langsung berlari ke salah satu ATM di pojok rumah sakit itu. Ia menarik empat kali di ATM BCA. Uangnya di rekening hanya tertinggal 5 juta lebih.

"Ini mbak lima juta rupiah. Barusan saya tarik dari ATM. Mohonlah dimasukkan anakku di ruang PICU. Saya berjanji siang nanti akan mencari kekurangannya", mohon ayah Debora sambil memelas.

Uang dihitung Mbak Tina petugas administrasi. Lima juta rupiah.

"Tapi maaf pak ini masih kurang dari uang muka PICU", jawab mbak Tina datar.

Ayah Debora memohon sekali lagi. Hanya itu uang miliknya. Ia tidak tahu harus mencari kemana lagi karena masih subuh. Keluarganya yang lain masih tidur. Ia berjanji siang hari akan membayar kekurangannya yang penting bayinya segera dimasukkan ke PICU.

"Saya harus telepon atasan saya dulu pak", balas Tina.

Ayah Debora segera bergegas ke ruang IGD menjenguk anaknya. Terlihat istrinya Henny menangis sesunggukkan. "Bagaimana pa..sudah papa berikan uang muka PICU?", tanya istrinya sambil kebingungan. Suaminya terdiam sesaat. Ia hanya menjawab lirih "uang kita hanya ada lima juta ma".

Sepuluh menit kemudian petugas administrasi memanggil kedua orang tua Debora.

"Maaf pak atasan saya tidak memberi izin anak bapak dimasukkan ke PICU sebelum bapak menyelesaikan uang muka. Ini saya kembalikan uang lima jutanya", ujar petugas administrasi itu tanpa empati.

Sontak tangis pecah. Ayah ibu Debora hanya bisa menangis. Bu Henny menangis sesunggukkan. "Tolonglah mbak...anak saya kritis. Dia kedinginan. Perlu segera masuk PICU. Mohonlah mbak..mohon..", ucap suami Bu Henny mengiba-iba sambil membungkukkan badannya dengan kedua tangan mengatup.

Tak ada jawaban. Petugas berwajah dingin itu hanya menjawab datar. "Ini aturan rumah sakit Pak..silahkan bayar uang muka sesuai daftar harga PICU".

Sontak langit terasa gelap. Kedua orang tua Debora ini lunglai. Kemana lagi harus mencari uang? Waktu terus berpacu. Bayinya semakin sekarat. Wajahnya pucat. Nafasnya tersengal karena batuk dahak dan tubuhnya kedinginan.

Bu Henny mengontak teman-temannya. Ia mencoba menghubungi teman-temannya untuk meminta bantuan. Ia menelpon Iyoh teman baiknya agar mengecek ke RS Koja. Sulit menelpon rumah sakit itu untuk bertanya ruang PICU. Iyoh dan suaminya segera bergegas ke RS Koja mencari ruang PICU.

Dokter Iren menemui kedua orang tua Debora. "Bagaimana bu sudah diselesaikan di administrasi?", tanya dokter Iren.
"Uang kami tidak cukup bu. Hanya lima juta. Kami mohon agar bisa dimasukkan di PICU nanti siangan kekurangannya akan kami penuhi", balas Bu Debora memelas.

Dokter Iren tidak membantu apa-apa. Ia hanya menyarankan memberi surat rujukan agar dibawa ke rumah sakit yang ada kerjasama BPJSnya. Kedua orang tua Debora hanya bisa pasrah. Mereka bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Debora harus dievakuasi ke rumah sakit yang ada BPJSnya agar bisa menerima bayi Debora.

Pukul 06.00 WIB, kondisi Debora terus menurun. Ia masih diruang IGD. Bu Henny mencoba menghubungi koleganya. Pukul 06.17 WIB Bu Henny memposting kegalauannya di akun fesbuknya.
"URGENT PLEASE, TOLONG BANTU CARI RS SEKITARAN JAKARTA BARAT YG ADA RUANG PICU YG KOSONG. PLEASE TELP KE 082168852971. PLEASE".

Beberapa temannya merespon. Seorang temannya di Tangerang mencoba membantu. RS Tangerang ada PICU. Bisa segera dibawa ke sana segera.

Bu Henny mencoba mengecek beberapa rumah sakit di Jakarta yang masih ada ruang PICU. Ia mengecek RS Koja. Ia meminta sahabatnya Iyoh mengecek ke RS Koja.

Waktu terus berjalan. Matahari merambat naik. Bayi Debora terus berjuang bertahan hidup tanpa bantuan medis yang optimal. Ia dibiarkan kedinginan tanpa inkubator. Sementara kedua orang tuanya terus berusaha mencari rumah sakit yang punya ruang PICU.

Lamat-lamat dari samping ranjang Bu Henny terus komat-kamit mengucap doa. "Bapa jangan ambil lagi anakku. Bapa...dulu kakaknya Karunia sudah KAU ambil Tuhan. Jangan lagi KAU ambil Debora dariku Bapa", lirih Bu Henny sambil mengelap air matanya yang jatuh bercucuran dengan punggung tangannya.

"Bertahan kau inang..mama masih berjuang mencari rumah sakit untukmu. Bertahan ya inang..dulu kau lahir prematur kau bisa bertahan inang. Sekarang juga pasti bisa inang ", isaknya sesunggukkan di samping ranjang Debora sambil mengelus wajah bayinya yang semakin pucat dingin.

Pukul 09.00 WIB, Dokter Irfan menemui kedua orang tua Debora. Dokter pengganti Dokter Iren ini memberi penjelasan kondisi bayi Iren. Entah apa yang dikatakannya. Kedua orang tua Debora sudah tidak bisa lagi mencerna apa penjelasan dokter Irfan. Yang mereka tahu bayi Debora harus dibawa ke ruang PICU agar bisa diselamatkan.

Pukul 09.39 WIB, Bu Henny menyodorkan handphonenya ke dokter Irfan. Iyoh temannya berhasil menemui dokter di RS Koja. Bayi Debora akan dievakuasi secepatnya ke RS Koja. Dokter di Koja ingin mendengar pandangan dokter Irfan atas kondisi pasien. Kedua dokter itu berbicara melalui telepon Bu Henny. Entah apa yang dipercakapkan mereka. Bu Henny terus komat kamit merapal doa menanti muzizat kesembuhan anaknya sambil memperhatikan dokter Irfan.

Pukul 10.00 WIB, perawat memanggil kedua orang tua Debora. Mereka mengabarkan kondisi bayi Debora memburuk. Mereka memberikan tindakan CPR karena jantung bayi Debora berhenti. Bu Henny memegang tangan anaknya. Dingin sekali. Kedua mata bayi Debora hanya nampak putihnya. Nyawa Debora sudah tidak bisa diselamatkan.
Sontak Bu Debora menjerit histeris.

"Adekkkk...adekkk...bangun dek...Inang..Inang..bangunnn. Jangan tinggalkan mamak nak...maafkan mamak Inang..mamak sedang berjuang membawamu ke PICU...inangg...", jerit pilu Bu Debora di samping tubuh kaku bayi Debora.

Ia terus mengguncang tubuh Debora. Mencoba membangunkannya. Bu Henny terus menjerit. Ia menangis kencang. Matanya sembab. Ia terus menjerit tidak terima bayi mungilnya mati di IGD.

Ayah Debora terguncang. Dadanya bergetar. Ia menjerit memeluk bayi mungilnya. Kedua orang tua Debora tidak menyangka bayinya meninggal dunia hanya karena uang muka yang diminta rumah sakit tidak bisa mereka cukupi.

Jumat pagi tadi, 8 September, sekitar pukul 09.00 WIB, saya mendengar semua kisah pilu itu di Balai Kota. Malam sebelumnya 

Bu Henny menghubungi saya via inbox. Ia salah satu follower saya. Saya tidak mengenalnya sama sekali. Ia meminta saya menolongnya. Saya tidak tahu apa yang bisa saya tolong.

Saya tahu melawan rumah sakit yang punya uang dan kekuasaan itu tidak mudah. Jaringan mereka kuat. Uang milik mereka tidak berseri. Terbayang bagaimana kisah pasien Prita yang menghebohkan itu akhirnya malah Prita yang dilaporkan pihak rumah sakit yang dikritiknya.

Tapi saya harus datang. Saya hanya tahu mendengarkan tangis orang yang sedang berduka setidaknya bisa mengobati dukanya. Saya tidak tahu bagaimana harus menolong mereka.

Di kantin Balai Kota, saya mendengar cerita pilu ini. Usai mendengar cerita orang tua Debora, saya mengajak mereka ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres.

Sekitar pukul 13.30 WIB, kami tiba di RS Mitra Keluarga. Di sana saya bertemu dengan petugas informasi bernama Mbak Indri. Darinya saya dapat info bahwa RS Mitra Keluarga belum bekerja sama dengan BPJS meskipun selama ini sudah disosialisasikan ke publik bahwa RS Mitra Keluarga bahwa pada Bulan September 2017 sudah ikut BPJS.

Saya juga bertemu dengan Mbak Wulan petugas administrasi RS Mitra Keluarga. Saya menanyakan biaya PICU. Ia menyodorkan sehelai kertas putih dilapis plastik. Di situ tertera daftar harga pelayanan dan perawatan. Saya melihat untuk PICU tertulis RP.19.800.000,-.

Usai dari RS Mitra Keluarga, saya diajak kedua orang tua Debora berjiarah ke makam anaknya di TPU Tegal Alur. Kami naik taxi on line.

Matahari begitu pongah siang itu. Terik sekali. Pemakaman nampak sunyi. Dua puluh langkah dari makam Debora, tangis bu Henny pecah.

"Dekkk...mamak datang lagi liat kamu dekk. Mereka jahattt..jahattt..mereka jahatt dek..mereka biarkan dedek kedinginan", ujar Bu Henny sesunggukkan dengan air mata deras membasahi pipinya. Di depannya sang suami mencoba tegar. Ia hanya menaburi kembang sambil menahan air matanya tumpah.

"Dekk...mamak janji setiap minggu akan liat dedek ya. Maafkan mamak ya dek...tak ada lagi kawan mamak malam-malam. Tak ada lagi yang mamak gendong malam-malam. Mereka jahat dekk..mereka jahat", tangis Bu Henny terus berulang.

Saya tak bisa menahan air mata. Ini kali ke dua saya menangis sejak tiga hari lalu berjiarah ke makam Emak di TPU Pondok Ranggoon.

Kehilangan orang tua itu sangat menyedihkan. Tapi duka kita bisa cepat pulih karena kita masih punya masa depan. Ada anak kita. Anak kita masa depan yang bisa bisa kita lihat. Tapi bagaimana ketika kita kehilangan anak? Masa depan apa yang hendak kita rancang? Apalagi kalau kematiannya karena kejam dan sadisnya rumah sakit yang memaksa uang muka baru dilayani?

Lamat-lamat kuping saya mendengar tangis Bu Henny seperti suara lirih bayi mungil Debora yang masih berumur 4 bulan. Saya mendengar suara lirih dari kuburnya. "Mama apa salahku ma?".

Selamat jalan anakku Debora cantik..bisikkan kepada malaikat di surga betapa kami menyayangimu. 

Salam penuh dukaku
Birgaldo Sinaga  (Sumber: Facebook)