16.9.16

Jangan Gara-gara Saya Tak Tahu Hukum, Dibodoh-bodohi

TobaTimes-Rusmala Br Silalahi (42), korban penganiayaan yang tinggal di Saribudolok, Kecamatan Silima Kuta, Simalungun, emosional karena jaksa tak bisa menghadirkan terdakwa dalam sidang putusan yang dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri Simalungun, Kamis (15/9) kemarin.
Ilustrasi.
Rusmala semakin dirugikan karena ketidakhadiran terdakwa, sidang ditunda tanpa pemberitahuan, sehingga perjalanan korban dari Saribudolok ke Siantar menjadi sia-sia.

Rusmala Br Silalahi mengatakan, ia hanya butuh keadilan ditegakkan oleh Jaksa Penuntut Umum Viktor Purba SH. Kalau memang alasan terdakwa anaknya sakit, surat sakitnya harusnya ditunjukkan.

“Saya sendiri tadi melihat terdakwa Lamtiur Br Simbolon (36)  berada di rumahnya dan menggendong anaknya. Tak ada terlihat mengalami sakit. Saya sangat kecewa terhadap kinerja jaksa,”katanya.

Padahal kata dia, pada sidang sebelumnya, majelis hakim sudah memerintahkan kepada jaksa untuk menghadirkan terdakwa di persidangan dengan agenda putusan.

Penundaan sidang sudah dua kali karena alas an terdakwa tidak hadir di persidangan. “Waktu saya habis dan saya rugi di materi. Bukannya dekat dari Seribudolok ke Siantar, setiap kali persidangan dari dulu sampai sekarang perkara saya ini tak tuntas,” katanya.

Dia berharap perkara yang menimpanya segera tuntas. “Jangan gara-gara saya tak tau hukum, ditokoh-tokohi. Jangan dibuat menderita rakyat jelata ini. Belum lagi saya melapor ke sana-ke sini,” ujarnya.

Dia memohon agar jaksa memberikan penjelasan soal seringnya sidang tersebut ditunda. Selain itu, dia juga minta jaksa memberikan solusi agar terdakwa bisa hadir di persidangan dan bisa diputuskan hukuman terhadap terdakwa yang memukulinya.

Mirisnya lagi, Rusmala tidak berjumpa lagi dengan jaksa saat jadwal sidang sudah tiba. Dia mengetahui sidang ditunda saat menanyakan hal itu kepada panitera. Padahal, pada sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum menyatakan kepada korban untuk menghadiri sidang putusan.

“Saya sangat kesal dan kesal, sudah habis waktu. Sementara terdakwa Lamtiur Simbolon tenang-tenang di kediamnya dekat rumah saya. Kalau ia menyatakan anaknya sakit, kok bisa ke ladang,” kata korban.

Korban mengaku mengetahui bahwa alasan terdakwa anaknya sakit tidak benar. "Kediaman saya sangat dekat dengan terdakwa di Saribudolok. Saya harap terdakwa diproses dengan hukum sedail-adilnya agar tak menjadi korban bagi orang lain dengan perbuatan demikian juga,” katanya.

Di hadapan jaksa, korban tak mampu menahan air mata karena membayangkan perjuangannya datang ke persidangan. Dia harus meninggalkan pekerjaan di rumah. Di sisi lain, dia tidak sanggup mendengarkan cemohon tetangga setiap hari karena melihat terdakwa berkeliaran seolah tidak ada persoalan hukum.

“Waktu itu jaksa sudah menuntut terdakwa selama hukuman 6 bulan penjara, kok malah saat putusan terdakwa tak bisa hadir? Apa bisa dengan sesuka hati. Alasan terdakwa anaknya sakit, nyatanya tidak sakit,“ katanya sambil menangis.

Peristiwa penganiyaan itu terjadi pada Oktober 2015. Korban menemui terdakwa di rumah tetangga untuk menagih utang terdakwa Rp25 juta. Ketika korban menanyakan kapan pembayaran utang tersebut, terdakwa berjanji akan segera membayar karena dia sedang mengajukan pinjaman ke bank Rp500 juta. Saat itu terjadi pertengkaran yang berujung penganiayaan terdakwa kepada korban. Korban sempat pingsan sementara terdakwa dalam keadaan hamil. Kejadian tersebut kemudian dilaporkan Polsek Seribudolok hingga bergulir ke Pengadilan. (TT/int)

0 comments:

Post a Comment