27.8.16

Musisi Luar Negeri Konser Lagu-lagu Batak di Tuktuk

TobaTimes-Di Tuktuk, Samosir, ada panggung musik berkelas dunia menggelar konser Samosir Music International–Austrian Tobatak Rock, Sabtu 27 Agustus 2016 hari ini. Penyanyi Herman Delago dan Tasha Band dari Negara Austria ini, akan menyumbangkan lagu-lagu Batak untuk menghibur wisatawan dan masyarakat di Tuktuk. Selain itu, ada juga penampilan grup Band NoS yang dihuni para pria Batak. Kemudian Jajabi Band, Tongam Sirait dan Retta Sitorus.

Konser lagu Batak di Tuktuk.
Untuk warga yang ingin menyaksikan pertunjukkan ini, pemerintah Samosir menyiapkan kapal Ferry beroperasi 24 jam. Pada temu pers di Sapadia Hotel, Jalan Diponegoro, Pematangsiantar, Jumat (26/8) kemarin, para musisi ini menyampaikan bahwa kehadiran mereka ini dilandasi atas kecintaan terhadap dunia seni dan adat istiadat Batak. Lalu sebagai langkah melestarikan keanekaragaman alat musik dan sebagai bentuk suport untuk mempromosikan wisata Danau Toba.

Semua ini tidak lepas dari ide manager konser Henry Manik yang disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Samosir.

“Kegiatan ini merupakan bentuk rasa cinta Henry Manik membangun kampung halaman lewat menghidupkan lagu dan instrumen lagu Batak Toba,” ujar Bupati Samosir melalui Kepala Dinas (Kadis) Pariwisata Ombang Siboro.

“Kami dari Pemkab Samosir bertautan pikiran hingga melahirkan sinergi dengan Henry Manik dalam menampilkan The Panggung Internasional dengan Herman Delago dan Tasha Band yang merupakan warga negara Austria yang peduli kebudayaan Batak Toba dengan menyanyikan lagu-lagu Batak,” katanya.

Bagi Pemkab Samosir, inisiatif musisi ini dalam menyumbangkan kemampuan talenta mendukung Danau Toba Go Internasional tanpa memikirkan keuntungan finasial merupakan hadiah luar biasa dan menjadi kebanggaan. “Kita akan terus lanjutkan projek ini dengan konsep datang dari Toba. Kalau selama ini Go Internasional itu ditampilkan dari luar nageri, tapi kali ini akan kita ubah dengan ditampilkanya dari Samosir,” terangnya lagi.

Ombang Siboro berjanji upaya pemerintah dalam meningkatkan pariwisata lewat budaya dan seni akan terus dijaga. Saat ini konsentrasi pemerintah adalah pelestarian alam, menjaga situs sejarah dan pembenahan infrastruktur. (pam/pra)

Batak Selalu Menjaga Musik, Adat dan Budaya

Kecintaan musisi Austria pada budaya Batak, dimulai dari sosok Herman Delago yang bertemu dengan musisi Vikky Sianipar. “Saya sangat bangga hadir di sini dan ini dimulai dari pertemuan dengan Vikky Sianipar yang memiliki misi yang sama dalam menyebarkan lagu Batak,” ujar Herman Delago.

Proses pembuatan musik Batak ini berjalan baik atas dukungan publik Indonesia dan Eropa, hingga kemudian menampilkan orkestra di tahun 2014 silam.

“Semua ini disambut baik Pemerintah Samosir dan diharapkan ini ditanggapi Pemerintah Provinsi dan pusat, sehingga orang-orang yang mau memberikan pembangunan di Samosir,” kata pria yang sudah memiliki marga ini yaitu Manik.

Sementara Tasha Band sendiri mengaku bangga dengan kehidupan suku Batak yang terus menjaga dan melestarikan nilai budaya yang didalamnya memiliki nilai menganggumkan.

Ini juga menjadi alasan mereka melibatkan diri mengembangkan seni musik adat Batak khsusnya Batak Toba. Walaupun proses rencana konser cukup sulit, tetapi semangat mereka datang dari Austria dengan menempuh waktu sekitar 35 jam perjalanan pesawat tanpa akomodasi dari pemerintah patut dipuji. Musisi Austria ini akan menampilkan lagu-lagu Batak, termasuk lagu hasil ciptaan mereka.

“Kami sangat senang sekali bisa tiba di Samosir. Untuk di Eropa musik daerah bukan sesuatu yang biasa karena perkembangan zaman. Makanya kami sangat bangga karena Batak selalu menjaga musik, adat dan budaya. Untuk membuat event yang besar seperti ini, merupakan hal yang sangat sulit,” ujar Tasha Band.

“Kami sangat penasaran bagaimana respon masyarakat atas konser yang akan ditampilkan dengan beberapa lagu Batak. Sebelumnya Tasha Band belum pernah menyanyikan lagu-lagu Batak,” katanya.

“Sejak 2014, Tasha Band mulai menyanyikan lagu-lagu Batak yang sebelumnya kami sering mendengarkannya dari Herman Delago. Dan sejak mempelajarinya, muncul rasa cinta. Khusus projek ini akan ditampilkan lagu ciptaan berbahasa Batak. Tasha berterimakasih dengan kesan baik setelah sampai di Indonesia yang sebelumnya belum pernah dikunjungi,” tambah Tasha Band.

Kepedulian musisi Austria ini diakui dan disambut baik musisis Batak Tongam Sirait. Pria kelahiran Parapat ini mengatakan, semua pihak harus terlibat membangun Danau Toba. “Sebagai musisi orang Batak, saya sangat bangga dengan kehadiran musisi Austria,” katanya yang ditimpali oleh projek manager konser Henry Manik.

“Kalau orang Austria saja mau ‘gila’ (mendukung pariwisata dan mengembangkan nilai seni musik) maka saya harus lebih ‘gila’ dari mereka. Karena mereka sendiri mau berperan dengan nilai Danau Toba. Kita harus bertindak dengan nyata dan tidak cukup hanya kata. Selama ini masih lebih banyak orang hanya dengan kata, tetapi kita harus mendorong untuk semuannya bekerja dengan nyata, ada tindakan kongkrit,” ucap pria yang sudah puluhan tahun tinggal di Belanda ini.

Senada disampaikan Retta Sitorus. Ia mendorong kegenerasi muda untuk lebih giat lagi menggali nilai seni khususnya musik yang lahir alat musik dan bahasa Batak. Baginya, ini suatu kebanggaan dan akan muncul nilai jual jika seluruh etnis Batak terus mengembangakan lagu-lagu berbahasa Batak.

“Kebanggaan tersendiri selaku generasi muda untuk ikut dalam projek ini. Diharapkan bisa memberikan energi positif bagi seluruh lapisan anak muda dan orang tua untuk lebih mencintai musik Batak,” ungkapnya.

“Dari konser ini diharapkan agar seluruh aspek pembangunan terus berkembang seperti pariwisata Danau Toba. Musik termasuk media untuk mempromosikan pariwisata Danau Toba,” katanya.

Sementara dari Band NoS menyebutkan, pelestarian nilai budaya dan seni yang ada harus dimulai dari sejak dini. Dan melalui konser ini mereka berharap kecintaan suku Batak terhadap nilai adat dan istiadatnya bisa semakin bertambah. “Akhirnya NoS bisa memberikan karyanya di tanah kelahiran sendiri, ini hal menyenangkan. Di berbagai daerah kita main musik instrusmen tanpa vokal, yang diambil dari Batak Karo, Toba, Sunda, Kalimantan dan Cina. Semua diinstrumentasi yang dikaborasikan dengan alat-alat musik daerah lainnya,” terang Andren Tarigan.

“Besok (hari ini) merupakan momen yang memilki tantangan sendiri. Karena apa yang kami tampilkan mungkin hal unik dan asing. Sebab, kami belum tahu selera masyarakatnya di sana. Mudah-mudahan kehadiran kita dengan instrumentasi yang ditawarkan bisa diterima,” sebutnya.(bbs/int)

0 comments:

Post a Comment