TobaTimes-Adanya pengakuan sejumlah siswa SMK dan MTs YPIPL Gunung Tua ‘diperbudak’ oleh kepala yayasan saat jam belajar berlangsung, dibantah Kepala SMK YPIPL Harun Lubis.
“Siswa menjadi kuli bangunan dan dipaksa bekerja saat jam belajar, itu tidak benar dan fitnah,” kata Harun di hadapan sejumlah pejabat berwenang, seperti Dinas Pendidikan, Kemenag dan Komisi C DPRD saat melakukan klarifikasi ke SMK dan MTs YPIPL Gunung Tua, Simpang Portibi, Kecamatan Padang Bolak, Kamis (12/8).
Kunjungan ini untuk menindaklanjuti laporan mengenai adanya siswa SMK dan MTs YPIPL dipekerjakan menjadi kuli bangunan saat jam belajar berlangsung.
Rombongan langsung dipimpin Kepala Dinas Pendidikan Drs Umar Pohan didampingi KTU Kemenag Abdul Kawi Siregar, anggota Komisi C DPRD Muhammad Amin Siregar dan Samsul Bahri Daulay.
Dalam pertemuan yang digelar di ruang kerja YPIPL itu, Harun Lubis menjelaskan kejadian yang sebenarnya dan melakukan klarifikasi atas kasus tersebut.
Menurut Harun, semua tudingan yang menyudutkan pihak sekolah tidaklah benar, dan hanya kurang komunikasi.
“Sekali lagi kami tegaskan, siswa menjadi kuli bangunan dan dipaksa bekerja di rumah Ketua Yayasan di Perumahan Torido Indah tidak benar dan itu fitnah. Bukankah pendidikan sekarang yang diterapkan adalah pendidikan karakter? Sudah menjadi hal biasa kalau siswa mengerjakan sesuatu untuk keperluan mereka sendiri. Di samping itu, hal yang diperoleh dari pekerjaan itu adalah kebersamaan mereka,” tegas Harun.
Baginya, menambah kegiatan yang melibatkan siswa semata-semata untuk bergotong-royong yang tujuannya untuk membenahi dan mempersiapkan rumah tersebut menjadi rumah layak tinggal (singgah, red) untuk keperluan kegiatan tim sepak bola sekolah yang sudah dibina, dan segala jenis kegiatan sekolah lainnya. Bukan kuli bangunan.
“Kalau siswa terlambat pulang ke rumah, Ketua Yayasan bersedia memberikan rumah pribadinya untuk keperluan tim sepak bola. Padahal rumah tersebut sudah ada yang mau menyewa dan itu di tolak oleh Kepala Yayasan,” tegasnya.
Harun juga membantah tudingan dan pernyataan beberapa siswanya yang mengatakan setelah ajaran baru hanya satu minggu belajar. Sebab, pada saat itu, kegiatan siswa sangat padat berhubung karena mengikuti kegiatan dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI.
Pihaknya juga mengucapkan terima kasih atas kedatangan rombongan Dinas Pendidikan, Kemenag dan Komisi C DPRD yang langsung mengklarifikasi informasi tersebut. Dengan demikian, sudah sangat jelas duduk persoalan dan tidak menjadi fitnah di tengah-tengah masyarakat.
Sebelumnya, Anggota DPRD Paluta dari Komisi C Muhammad Amin Siregar mengatakan, masalah ini perlu ditelusuri agar tidak menciderai dunia pendidikan ke depannya.
“Disdik dan Kemenag harus bekerjasama menelusuri kebenaran ini. Perlu ditindaklanjuti dan dibenahi sesegera mungkin agar tidak menjadi permasalahan fatal bagi kelangsungan dunia pendidikan nantinya,” sebut Muhammad Amin Siregar diamini rekannya sesama anggota DPRD, Samsul Bahri Daulay.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah siswa SMK dan MTs YPIPL Gunung Tua mengaku ‘diperbudak’ oleh kepala yayasan saat jam belajar berlangsung.
Mereka dipaksa menjadi kuli bangunan di rumah Kepala Yayasan YPIPL di perumahan Toridho Indah, Paranginan Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak saat jam belajar sekira pukul 09.00 pagi.
Para siswa yang sebagian masih memakai baju seragam dan pakaian olahraga itu terlihat mengangkat tanah untuk menimbun halaman rumah kepala yayasan itu. Akibat perlakukan kepala yayasan itu, sejumlah siswa memilih berhenti dari sekolah.
Salah satu siswa berinisial A, kepada wartawan mengaku sudah tidak tahan lagi di SMK YPIPL itu. Sebab, setiap hari ia dipaksa bekerja di rumah kepala yayasan yang berada di Perumahan Toridho Indah Paranginan untuk menimbun halamannya.
“Setiap pagi, kami dipaksa bangun dan disuruh berangkat kerja. Kalau kami tidak mau, kami akan dipukul,” katanya, Selasa (23/8).
A mengaku, semenjak masuk tahun ajaran baru, ia bersama temannya yang tinggal di asrama sekolah itu hanya satu minggu mengikuti mata pelajaran. Selebihnya, dipaksa bekerja seperti mencuci mobil kepala yayasan, membersihkan kolam ikan, membersihkan sumur, merawat ternak dan menimbun rumahnya saat jam belajar.
Hal senada juga diungkapkan N dan D, siswa YPIPL yang juga berhenti bersekolah beberapa hari lalu. Mereka memilih berhenti dari sekolah itu karena sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan kepala yayasan.
“Kami tidak diperbolehkan untuk belajar. Kami terus dipaksa untuk bekerja. Kalau tidak mau kami dipukuli,” terang mereka berdua.
Menurut N yang merupakan warga Kecamatan Simangambat ini, ia didaftarkan di YPIPL untuk menuntut ilmu supaya tidak bodoh. Ternyata ia bersama murid lainnya yang tinggal di asrama justru diperbudak dan tidak dikasih makan.
“Kami diperlakukan seperti budak. Kami tidak dikasih makan. Padahal sudah bekerja di rumahnya. Kalau kami mau makan, kami diantar pulang ke asrama dan di asrama kami juga harus memasak baru bisa makan,” sebutnya. (int)
Ilustrasi. |
Kunjungan ini untuk menindaklanjuti laporan mengenai adanya siswa SMK dan MTs YPIPL dipekerjakan menjadi kuli bangunan saat jam belajar berlangsung.
Rombongan langsung dipimpin Kepala Dinas Pendidikan Drs Umar Pohan didampingi KTU Kemenag Abdul Kawi Siregar, anggota Komisi C DPRD Muhammad Amin Siregar dan Samsul Bahri Daulay.
Dalam pertemuan yang digelar di ruang kerja YPIPL itu, Harun Lubis menjelaskan kejadian yang sebenarnya dan melakukan klarifikasi atas kasus tersebut.
Menurut Harun, semua tudingan yang menyudutkan pihak sekolah tidaklah benar, dan hanya kurang komunikasi.
“Sekali lagi kami tegaskan, siswa menjadi kuli bangunan dan dipaksa bekerja di rumah Ketua Yayasan di Perumahan Torido Indah tidak benar dan itu fitnah. Bukankah pendidikan sekarang yang diterapkan adalah pendidikan karakter? Sudah menjadi hal biasa kalau siswa mengerjakan sesuatu untuk keperluan mereka sendiri. Di samping itu, hal yang diperoleh dari pekerjaan itu adalah kebersamaan mereka,” tegas Harun.
Baginya, menambah kegiatan yang melibatkan siswa semata-semata untuk bergotong-royong yang tujuannya untuk membenahi dan mempersiapkan rumah tersebut menjadi rumah layak tinggal (singgah, red) untuk keperluan kegiatan tim sepak bola sekolah yang sudah dibina, dan segala jenis kegiatan sekolah lainnya. Bukan kuli bangunan.
“Kalau siswa terlambat pulang ke rumah, Ketua Yayasan bersedia memberikan rumah pribadinya untuk keperluan tim sepak bola. Padahal rumah tersebut sudah ada yang mau menyewa dan itu di tolak oleh Kepala Yayasan,” tegasnya.
Harun juga membantah tudingan dan pernyataan beberapa siswanya yang mengatakan setelah ajaran baru hanya satu minggu belajar. Sebab, pada saat itu, kegiatan siswa sangat padat berhubung karena mengikuti kegiatan dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI.
Pihaknya juga mengucapkan terima kasih atas kedatangan rombongan Dinas Pendidikan, Kemenag dan Komisi C DPRD yang langsung mengklarifikasi informasi tersebut. Dengan demikian, sudah sangat jelas duduk persoalan dan tidak menjadi fitnah di tengah-tengah masyarakat.
Sebelumnya, Anggota DPRD Paluta dari Komisi C Muhammad Amin Siregar mengatakan, masalah ini perlu ditelusuri agar tidak menciderai dunia pendidikan ke depannya.
“Disdik dan Kemenag harus bekerjasama menelusuri kebenaran ini. Perlu ditindaklanjuti dan dibenahi sesegera mungkin agar tidak menjadi permasalahan fatal bagi kelangsungan dunia pendidikan nantinya,” sebut Muhammad Amin Siregar diamini rekannya sesama anggota DPRD, Samsul Bahri Daulay.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah siswa SMK dan MTs YPIPL Gunung Tua mengaku ‘diperbudak’ oleh kepala yayasan saat jam belajar berlangsung.
Mereka dipaksa menjadi kuli bangunan di rumah Kepala Yayasan YPIPL di perumahan Toridho Indah, Paranginan Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak saat jam belajar sekira pukul 09.00 pagi.
Para siswa yang sebagian masih memakai baju seragam dan pakaian olahraga itu terlihat mengangkat tanah untuk menimbun halaman rumah kepala yayasan itu. Akibat perlakukan kepala yayasan itu, sejumlah siswa memilih berhenti dari sekolah.
Salah satu siswa berinisial A, kepada wartawan mengaku sudah tidak tahan lagi di SMK YPIPL itu. Sebab, setiap hari ia dipaksa bekerja di rumah kepala yayasan yang berada di Perumahan Toridho Indah Paranginan untuk menimbun halamannya.
“Setiap pagi, kami dipaksa bangun dan disuruh berangkat kerja. Kalau kami tidak mau, kami akan dipukul,” katanya, Selasa (23/8).
A mengaku, semenjak masuk tahun ajaran baru, ia bersama temannya yang tinggal di asrama sekolah itu hanya satu minggu mengikuti mata pelajaran. Selebihnya, dipaksa bekerja seperti mencuci mobil kepala yayasan, membersihkan kolam ikan, membersihkan sumur, merawat ternak dan menimbun rumahnya saat jam belajar.
Hal senada juga diungkapkan N dan D, siswa YPIPL yang juga berhenti bersekolah beberapa hari lalu. Mereka memilih berhenti dari sekolah itu karena sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan kepala yayasan.
“Kami tidak diperbolehkan untuk belajar. Kami terus dipaksa untuk bekerja. Kalau tidak mau kami dipukuli,” terang mereka berdua.
Menurut N yang merupakan warga Kecamatan Simangambat ini, ia didaftarkan di YPIPL untuk menuntut ilmu supaya tidak bodoh. Ternyata ia bersama murid lainnya yang tinggal di asrama justru diperbudak dan tidak dikasih makan.
“Kami diperlakukan seperti budak. Kami tidak dikasih makan. Padahal sudah bekerja di rumahnya. Kalau kami mau makan, kami diantar pulang ke asrama dan di asrama kami juga harus memasak baru bisa makan,” sebutnya. (int)
0 comments:
Post a Comment