27.8.16

Dokter Mogok, Pasien RSUD Siantar Terlantar

TobaTimes-Persoalan manajemen yang ada di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah (BLUD RSUD) dr Djasamen Saragih harus diselesaikan dengan baik Sehingga tidak menimbulkan polemik yang berdampak kepada pelayanan publik.
Ilustrasi.
Hal itu disampaikan mantan DPRD Kota Pematangsiantar Rudolf Hutabarat dan pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Siantar-Simalungun dr Reinhard Sihombing, Jumat (26/8).

Rudolf menyayangkan sikap para dokter jika sampai mengabaikan pelayanan. Atas dasar itu, ia meminta ada tindakan tegas dari Direktur Utama (Dirut)  BLUD RSUD Djasamen Saragih Dr Ria Telaumbanua. “Sebagai dokter, apalagi dokter di rumah sakit umum itu tidak bisa mengabaikan pelayanan, karena mereka juga sebagai pegawai negeri sipil. Melalaikan tugas itu adalah pidana. IDI harus tegas,” terangnya.

Soal masalah di internal rumah sakit pemerintah ini, kata Rudolf, harusnya diselesaikan dengan baik dan semuanya harus berdasarkan aturan yang berlaku. “Jasa mediskan diatur dan itu harus diberikan kepada yang bersangkutan berdasarkan jasa pelayanan yang mereka lakukan, tetapi mekanisme pemberiaannya itu harus melalui peraturan,” ungkapnya.

“Kalaupun ada persoalan internal yang menyangkut struktur, janganlah pula mengabaikan pelayanan terhadap pasien karena itu bagian dari yang disumpahkan sebagai seorang dokter. Apalagi ia dokter PNS yang ditempatkan di RSUD. Kewajibannya melayani. Kalau ada hak-hak dokter ada tidak dipenuhi, dilaporkan saja kepada majelis kode etik. Jangan pasien itu dikorbankan karena masyarakat berhak mendapatkan kesehatan,” katanya.

Pengurus IDI Siantar-Simalungun dr Reinhard Sihombing mengatakan, belum mengetahui secara pasti duduk permasalahan. Namun ia menekankan jangan sampai ada penelantaran pasien atas gejolak internal rumah sakit. “Kalau memang ada masalah, kan tidak ada salahnya didiskusikan. Boleh mengundang pihak IDI, Walikota atau instansi yang berkaitan. Sejauh ini kita belum pernah diundang untuk diskusi,” terangnya.

Reinhard menyebutkan akan mempelajari masalah ini terlebih dahulu, untuk kemudian mengambil sikap. “Kita akan coba pelajari dulu apa masalahnya, karena semua dokter itu masih berada di bawah (pengawasan) IDI,” katanya.

Sebagaimana diketahui, aksi protes yang dituangkan dalam mosi tak percaya oleh 62 dokter di BLUD RSUD dr Djasamen Saragih berbuntut banyaknya dokter tidak masuk pada Kamis (25/8) kemarin yang berakibat sejumlah pasien pun telantar.

Padahal di antara pasien-pasien yang hendak berobat itu, rata-rata datang dari jauh yang sangat membutuhkan penandangan dari dokter. Tapi karena ketiadaan dokter, para pasien dan keluarga pasien sangat kecewa.

Badan Pengawas BLUD RSUD dr Djasamen Saragih Baren Alijoyo Purba menyebutkan bahwa persoalan yang terjadi di RSUD itu akibat kesalahan manajemen. “Jelas ini kesalahan manajemen. Tidak ada yang bisa melakukan pendekatan dengan dokter. Kalau begini terus yang menjadi korban adalah pasien," katanya singkat.

Sementara Humas RSUD dr Djasamen Saragih dr Andy Rangkuti, membenarkan bahwa persoalan jam kerja dokter itu sudah lama terjadi. “Sejak Pak Hulman Sitorus jadi walikota, ini sudah menjadi masalah. Kita sendiri sudah memberikan imbauan, tapi mereka masih tetap seperti itu,” ucapnya.

Sebelumnya, sejumlah dokter mengaku persoalan yang ada di BLUD RSUD dr Djasamen Saragih muncul akibat sikap pimpinan mereka dr Ria Telaumbanua. Bahkan atas ketidaksenangan kepada pimpinan itu, sedikitnya 62 dokter menandatangani mosi tidak percaya.

Dalam poin mosi tidak percaya itu para dokter menyebutkan, dr Ria Telaumbanua tidak mampu memanajemen seluruh pegawai RSUD untuk pencapaian tujuan rumah sakit, yakni peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.

Kedua, dr Ria disebutkan tidak pernah melakukan pendekatan kepada sejumlah dokter spesialis dan dokter umum sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan RSUD Djasamen Saragih selama kurang lebih 6 tahun.

Kemudian dr Ria juga disebut lebih banyak melakukan tugas luar daripada melakukan tugas di rumah sakit. Padahal seharusnya tugas-tugas luar itu bisa diwakilkan kepada wakil direktur atau kepala bagian maupun kepala bidang. Di samping itu, dr Ria juga disebut jarang berada di kantornya. Bahkan dalam seminggu ia disebut-sebut berada di kantor cuma dua hari.

Selanjutnya para dokter mengaku penggunaan SPPD rumah sakit dominan digunakan direktur, yakni sekira 90 persen. Dan dari sisi progress kerja, dr Ria dianggap tidak mampu memimpin rumah sakit.

“Otoriter, saran dan masukan dari pegawai sering tidak diterima. Ia merasa seperti bos dan bukan pimpinan. Kemudian pejabat struktural tidak boleh tahu berapa anggaran rumah sakit (DPA). Ia juga sering menggunakan kewenangan dengan pendekatan kekuasaan,” kata sejumlah dokter yang dijumpai di RSUD Djasamen Saragih sebelumnya.(int)

0 comments:

Post a Comment