27.8.16

Empat Dusun di Labuhanbatu Nyaris Terisolir

TobaTimes-Labuhanbatu. Sekitar 500-an kepala keluarga di beberapa dusun di Desa Janji Kecamatan Bilah Barat, Labuhanbatu, nyaris hidup dalam keterisolir. Infrastruktur jalan darat ke kawasan itu tak optimal. Padahal, wilayah itu juga bahagian dari NKRI yang sudah merdeka 71 tahun silam.

Ilustrasi.
Letaknya tak jauh dari Rantauprapat. Empat dari 12 dusun di Desa Janji prasarana transportasi jalan daratnya berlubang dan berlumpur. Padahal, tidak sedikit hasil alam seperti karet dan tandan buah sawit yang diangkut dari sekitaran wilayah empat dusun tersebut. Kelapa sawit bisa mencapai 1.500 ton sebulan, sedangkan karet mencapai 80 ton setiap bulannya.

Namun, buruknya jalan darat ke sana mengakibatkan sulitnya warga mengangkut hasil alam. Dan, tentu saja badan jalan yang belum tersentuh aspal, menyebabkan biaya tinggi. Jika dihitung dari Rantauprapat untuk menuju empat dusun seperti halnya Dusun Aek Torop, Karya Maju, Kampung Tengah serta Dusun Pinang Lombang, diperkirakan hanya memakan waktu 30 menit.

Pintu masuk ke dusun itu, melintasi Kantor Camat Bilah Barat. Di sekitar kantor milik pemerintahan daerah itu, sepanjang 150 meter jalannya sudah tersentuh pembangunan. Sudah beraspal, meskipun dengan kualitas seadanya.

Tapi, ketika memasuki kawasan empat dusun, kondisi jalan berlubang dan berlumpur. Menambah kesan, permukiman masyarakat di sana, kumuh dan bahkan terisolir. Jika dibiarkan, badan jalan akan semakin hancur hingga menambah keresahan di sana.

Itu jalan satu-satunya menuju daerah itu. Kondisi fasilitas yang sangat buruk ditimpali lagi jalanan yang sepi dan tidak adanya penerangan lampu jalan dikhawatirkan juga pemicu terjadinya tindak kriminalitas. Perampokan ataupun tindakan perkosaan terhadap anak sekolah yang menimba ilmu di luar, selalu menghantui pikiran orangtua.

"Jalan kampung rusak dan sunyi. Takut juga terjadi apa-apa ke anak-anak dan warga," ujar Kasiadi (45) warga Dusun Karya Maju. Bahkan pernah terjadi aksi pembegalan di bilangan jalan rusak. Untuk mengantisipasi itu, orangtua menyarankan anaknya pergi sekolah secara bersamaan.

Buruknya fasilitas jalan, membuat hasil alam di sana nilai jualnya anjlok. Rata-rata Rp 4.300 per kilogram untuk penjualan karet. Dan, kisaran Rp 900 per kilogram untuk TBS sawit warga.

"Apalagi musim hujan begini, terpuruklah kami. Terkadang berpatahan as ataupun gerdang kendaraan kami. Kadang kami bingung, kenapa daerah kami bisa begini," keluhnya.

Permintaan mereka tidak muluk-muluk. Jalanan yang dipenuhi lubang dan digenangi air hujan tersebut minimal dilapisi oleh pengerasan. "Apalagi setiap harinya sekitar 50 ton sawit keluar, kalau karet sekitar 20 ton per minggu. Kalau rusak, bisa terus anjlok harganya," pintanya.

Ditambahkan warga lainnya, Hendrik Siregar (56) dan Zuraidah (43). Mereka juga berharap kepada Pemkab Labuhanbatu dapat membangun sekokah dasar negeri. Karena, di sana hanya satu sekokah dasar itupun berstatus swasta.

Jika pun mereka memiliki penghasilan, namun biaya sekolah diakui mereka tidak dapat ditunda-tunda. "Kalau negeri bisa lebih sedikit. Lagi pula tidak mungkin anak kami yang masih SD sekolahnya diluar dari sini, bisa bahaya," sebut mereka.

Sementara, Camat Bilah Barat Aidi Sahrir Hasibuan kepada wartawan menerangkan, pihaknya telah melayangkan usulan terkait pembenahan infrastruktur di setiap desa, termasuk perbaikan badan jalan.

Namun hingga kini, belum ada terlihat bakal adanya perbaikan badan jalan tersebut. "Di kecamatan kita ada 10 desa, termasuk Janji. Kakau usulan sudah kita lakukan, tetapi belum ada terlihat hasilnya," ujarnya. (int)

0 comments:

Post a Comment