TobaTimes-Musim kemarau yang masih berkepanjangan di Kabupaten Palas makin parah. Sulitnya mendapatkan air bersih, membuat warga berbondong-bondong pergi ke sungai. Bahkan, hingga pukul 22.00 WIB, Sungai Sosa masih ramai.
Ada yang mandi, ada juga yang hanya sekedar mengambil air untuk dibawa ke rumah. Memang, beberapa hari yang lalu, di beberapa tempat di daerah Palas telah dilaksanakan sholat istisqo atau sholat minta hujan turun.
Namun, hingga Kamis (25/8), apa yang diharapkan warga belum terwujud. Sumur masih kering, tanah berdebu dan tanaman pertanian kebanyakan sudah layu.
Memang, tanda-tanda hujan akan turun mulai kelihatan, karena awan gelap sudah menutupi sebagian langit. Bahkan, gerimis sempat turun. Hal ini membuat warga kegirangan berharap daerah mereka diguyur hujan.
Hal itu dibenarkan Habibi, seorang warga di Pasar Ujungbatu, Kamis (25/8). Dia berharap, hujan di Palas segera turun. “Maunya hujan segera turun. Sudah terlalu lama musim kemarau. Kayak tadi malam, sampai jam 10.00 wib (pukul 22.00 wib) orang masih ramai di Sungai Sosa. Sejak kemarau, warga mandinya di sungai itu," kata Habibi.
Ironisnya, tidak hanya sumur yang kering, air sungai-sungai kecil pun sudah terputus. Sungai Aek Tinga di Desa Aek Tinga misalnya. Sungai ini sudah tak bisa lagi dimanfaatkan warga, meski hanya sekadar untuk mandi.
"Harus ke Sungai Sosa lah kalau mau mandi," kata T Harahap, warga yang akan berangkat ke Sungai Sosa, kemarin.
Selain Sungai Aek Tinga, Sungai Sosa di Desa Handio juga kering. Hanya saja, di daerah ini, warga masih mempercayai mitos bahwa air sungai tersebut berasal dari bawah tanah. Karena, konon ada kisahnya yang mengakibatkan air Sungai Sosa ‘menghilang’.
"Kalau di Handio itu memang selalu seperti itu. Tak harus kemarau panjang pun airnya sudah hilang. Itu, airnya mengalir dari bawah tanah," kata beberapa warga.
Kemarau panjang ini memang sudah berdampak terhadap berbagai hal. Tidak hanya sulit mendapatkan air bersih, rencana bercocok tanam oleh warga juga terpaksa ditunda menunggu hujan turun.
Sebab, di musim kemarau seperti ini, tanah pertanian menjadi kering dan keras. Meski dipaksakan sepertinya percuma karena tidak bakal tumbuh.
"Gimana kita mau nanam kalau hujan belum turun. Percumalah, tak akan tumbuh nanti," kata Mariana, salah satu anggota kelompok tani yang mendapat bantuan dari pemerintah seperti bibit jagung dan kedelai. (bbs/int)
Ilustrasi. |
Namun, hingga Kamis (25/8), apa yang diharapkan warga belum terwujud. Sumur masih kering, tanah berdebu dan tanaman pertanian kebanyakan sudah layu.
Memang, tanda-tanda hujan akan turun mulai kelihatan, karena awan gelap sudah menutupi sebagian langit. Bahkan, gerimis sempat turun. Hal ini membuat warga kegirangan berharap daerah mereka diguyur hujan.
Hal itu dibenarkan Habibi, seorang warga di Pasar Ujungbatu, Kamis (25/8). Dia berharap, hujan di Palas segera turun. “Maunya hujan segera turun. Sudah terlalu lama musim kemarau. Kayak tadi malam, sampai jam 10.00 wib (pukul 22.00 wib) orang masih ramai di Sungai Sosa. Sejak kemarau, warga mandinya di sungai itu," kata Habibi.
Ironisnya, tidak hanya sumur yang kering, air sungai-sungai kecil pun sudah terputus. Sungai Aek Tinga di Desa Aek Tinga misalnya. Sungai ini sudah tak bisa lagi dimanfaatkan warga, meski hanya sekadar untuk mandi.
"Harus ke Sungai Sosa lah kalau mau mandi," kata T Harahap, warga yang akan berangkat ke Sungai Sosa, kemarin.
Selain Sungai Aek Tinga, Sungai Sosa di Desa Handio juga kering. Hanya saja, di daerah ini, warga masih mempercayai mitos bahwa air sungai tersebut berasal dari bawah tanah. Karena, konon ada kisahnya yang mengakibatkan air Sungai Sosa ‘menghilang’.
"Kalau di Handio itu memang selalu seperti itu. Tak harus kemarau panjang pun airnya sudah hilang. Itu, airnya mengalir dari bawah tanah," kata beberapa warga.
Kemarau panjang ini memang sudah berdampak terhadap berbagai hal. Tidak hanya sulit mendapatkan air bersih, rencana bercocok tanam oleh warga juga terpaksa ditunda menunggu hujan turun.
Sebab, di musim kemarau seperti ini, tanah pertanian menjadi kering dan keras. Meski dipaksakan sepertinya percuma karena tidak bakal tumbuh.
"Gimana kita mau nanam kalau hujan belum turun. Percumalah, tak akan tumbuh nanti," kata Mariana, salah satu anggota kelompok tani yang mendapat bantuan dari pemerintah seperti bibit jagung dan kedelai. (bbs/int)
0 comments:
Post a Comment