18.10.16

Profesi Penenun Ulos Belum Menjanjikan Kesejahteraan

TobaTimes, Siantar - Sejak tahun 2015, 17 Oktober diperingati sebagai Hari Ulos Nasional. Namun dalam praktek kseharian, penetapan hari ulos itu belum berbanding lurus dengan pendapatan penenun. Kesejahteraan hidup masih memprihatinkan dengan upah yang sangat minim.

Ragam ulos.

M br Nainggolan (20), salah seorang penenun ulos, menceritakan bahwa untuk menenun satu ulos ia hanya mendapat upah Rp30 ribu. "Gajinya Rp30 ribu untuk satu ulos. Tergantung jenis ulosnya. Kalau ulos yang mahal, gajinya bisa sampai Rp60 ribu," paparnya saat ditemui di salah satu lokasi tenun ulos di Jalan Mual Nauli, Kelurahan Siopat Suhu, Siantar Timur, Senin (17/10).

Sementara, untuk menenun satu ulos, dia butuh dua hari. "Kalau sudah mahir sebenarnya bisa satu sehari selesai. Tapi memang nggak ada paksaan harus selesai satu hari," ungkapnya.

Wanita ini melanjutkan, dia bekerja sebagai penenun ulos di usaha milik Boru Haloho dan Marga Simbolon itu untuk membantu ekonomi keluarga. "Untuk bantu-bantu keluarga. Orangtuaku petani. Kalau di sini penenunnya mulai dari pelajar sampai orangtua. Ada sekira 15-lah alat tenunnya," ujar anak ketujuh dari sembilan bersaudara ini.

Di lokasi berbeda, S Sinaga, salah seorang pemilik usaha tenun ulos, membenarkan bahwa upah penenun memang sangat minim. "Kalau gaji penenun itu Rp21 ribu per ulos. Tapi kan penenun ini hanya kerja sampingan sajanya. Pasti ada kerjaannya yang lain. Kalau penghasilan dari sini saja, mana cukup. Suaminya pun pasti kerja juga," jelasnya saat ditemui di kediamannya, Jalan Kertas Nila, Nagori Siantar Estate, Simalungun.

Dia berpendapat bahwa produksi ulos saat ini sudah mulai berkurang, menngingat mahalnya harga benang. "Sekarang produksi ulos ini sudah mulai berkurang. Benangnya mahal, ada yang Rp45 ribu per kilogram, ada yang Rp50 dan ada yang Rp60 per kilogram. Benangnya dari Bandung. Mungkin tambah biaya transportasi, makanya mahal," terangnya.

Dengan mahalnya benang tersebut, harga pasaran ulos pun menjadi cenderung murah. "Kalau jual ke pasar itu, harganya Rp40 ribu per satu ulos. Rata-rata segitulah, melihat bentuk ulosnya juga. Kita kalau beli benang itu satu tungkul, harganya Rp800 ribu. Itu antara 50 sampai 60 kilogramlah. Satu tungkul itu bisa menghasilkan 80 ulos. Tapi bisa saja dari satu tungkul benang itu kita hanya dapat 40 ulos. Nah, dari jumlah itu, kalau dijual semua kan hanya Rp1,6 juta. Belum lagi bayar gaji penenun, 40 ulos berarti gajinya Rp800 ribu. Pas-pasan lah, nggak ada untung," paparnya.

Oleh karena itu, tambahnya, alat tenun ulos miliknya pun sudah mulai berkurang. "Dulu alat tenunku itu ada tujuh, sekarang sudah tinggal dua. Itulah karena semua masalah yang tadi," imbuhnya.

Sementara itu, Boru Sihombing, pemilik Juliana Ulos, memiliki pendapat berbeda dengan S Sinaga. Dia menuturkan bahwa produksi ulos saat ini masih banyak. "Kita di sini kan distributor. Yang pasti setiap hari ada yang menjual ulos ke sini, penjualan pun masih banyak setiap hari. Kita tampung dari mana aja ulos dan jenis apa aja yang datang," terangnya saat ditemui di lokasi usahanya di Jalan Merdeka, Siantar Timur.

Sementara itu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus melakukan berbagai untuk mengembangkan industri kain tenun nasional. Langkah sinergi dilakukan bersama pemerintah daerah, perajin, pelaku usaha, dan desainer guna melestarikan warisan budaya Indonesia ini.

Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Gati Wibawaningsih mengatakan, Indonesia sebagai negara yang terdiri dari beragam suku bangsa, menyimpan potensi yang sangat besar untuk pengembangan industri fashion berbasis tradisi dan budaya. "Salah satunya adalah kain tenun Ulos sebagai wastra nasional,” ujar Gati Wibawaningsih pada acara Perayaan Hari Ulos Nasional tahun 2016 di Medan, Sumut, Senin (17/10).

Gati menjelaskan, pada 17 Oktober 2015, pemerintah telah menetapkan kain Ulos sebagai warisan budaya sehingga setiap tanggal tersebut dirayakan Hari Ulos Nasional.
"Untuk mendukung para pengrajin tenun dan ulos, Direktorat Jenderal IKM melakukan pembinaan dalam peningkatan kapabilitas IKM di bidang teknis produksi tenun," jelasnya.

Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain melalui program restrukturisasi mesin peralatan, penguatan akses sumber bahan baku melalui pembuatan material center, dan promosi produk tenun melalui media audio visual seperti pembuatan film animasi.

Menurut Gati, yang juga perlu menjadi perhatian ke depannya dalam pengembangan fashion dengan bahan kain Ulos adalah motif yang ditampilkan.

“Jadi, motif yang ditampilkan bukan motif Ulos yang digunakan dalam berbagai upacara ritual sehingga tidak merusak konsep sakral dari Ulos itu sendiri. Ada baiknya apabila Ulos untuk bahan produk fashion sudah dipersiapkan sesuai dengan tujuan penggunaan,” paparnya.(TT/int)

0 comments:

Post a Comment