TobaTimes, Labusel - Salah satu objek wisata pusat pelatihan gajah atau Taman Wisata Holiday Resort yang terletak di Desa Aek Raso, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) nyaris tenggelam. Di lokasi tersebut kini tinggal memiliki hanya 17 ekor gajah.
Pantauan wartawan, Kamis (20/10) di lokasi pusat pelatihan itu, terlihat seekor gajah bernama Milwanto sedang memakan dedaunan kelapa sawit yang kakinya terikat rantai yang dipasang oleh petugas pelatihan gajah yang menjaganya.
Seorang petugas pelatihan gajah bermarga Sembiring dan beberapa temannya ketika dikonfirmasi wartawan mengaku di Pusat Pelatihan Gajah tersebut kini hanya terdapat 17 ekor gajah saja dan salah satunya bernama Milwanto.
Menurut petugas, kenapa gajah tersebut dinamai Milwanto, karena pada tahun 2006 sebelum pemekaran Kabupaten Labusel dari Kabupaten Labuhanbatu terjadi kenangan indah dan bersejarah. “Iya, kala itu Wabup Labuhanbatu bernama Sudarwanto.
Ketika Wabup menghadiri acara di sini, kemudian lahirlah seekor anak gajah. Kemudian bapak itu memberikannya nama. Gajah itu bernama Milwanto dan kini sudah berusia lebih kurang 10 tahun,” sebutnya.
Dia pun menceritakan, demi menjaga kelangsungan hidup para gajah, setidaknya harus memiliki lahan yang cukup memadai dan diperkirakan seluas ribuan hektare seperti yang disebutkan salah seorang tim pelatih gajah berasal dari negara Autralia. Tetapi pada kenyataanya kini areal lahan saat ini sudah jauh berkurang sejak terjadinya reformasi karena sudah ditanami perkebunan kelapa sawit serta pemukiman masyarakat.
Menurutnya, lokasi pusat pelatihan gajah ataupun taman wisata Holiday Resort ini merupakan aset Negara, diharapkan pihak pemerintah kiranya dapat mencari solusi ataupun memindahkan lokasi ke tempat yang baru nantinya. Mengingat kelangsungan hidup para gajah dan perkembangannya. Sehingga tidak ada kekuatiran bagi masyarakat nantinya jika seekor gajah sewaktu-waktu menyerang pemukiman warga karena stres.
“Ketika acara itu, pak Wabup Sudarwanto memberikan nama anak gajah itu, sedangkan saat ini lahannya sudah jauh berkurang bila dibandingkan sebelum reformasi tahun 2007 lalu, bahkan gajah yang tersisa hanya tinggal 17 ekor lagi. Kalau lahan semakin berkurang dikuatirkan gajah-gajah akan punah,” tuturnya.
Sementara Udin Lubis salah seorang warga Kecamatan Torgamba mengimbau pemerintah agar dapat melakukan pelepasan lahan yang kini telah diduduki oleh masyarakat. Kenapa, menurutnya, agar lahan itu memiliki status surat yang jelas karena tanpa adanya pelepasan lahan yang sah, maka pembangunan daerah pun jadi terhambat.
“Mari kita lihat saja, seperti pihak PLN tidak mau memasukkan instalasi arus listrik. Padahal kalau kita lihat dari jumlah penduduk di lokasi pelatihan gajah sudah selayaknya dialiri PLN, tetapi nyatanya tidak mungkin karena belum ada pelepasan lahan itu, makanya PLN tak mau memasukkan listrik,” sindirnya. (TT/int)
Gajak di Holiday Resort Labusel. |
Seorang petugas pelatihan gajah bermarga Sembiring dan beberapa temannya ketika dikonfirmasi wartawan mengaku di Pusat Pelatihan Gajah tersebut kini hanya terdapat 17 ekor gajah saja dan salah satunya bernama Milwanto.
Menurut petugas, kenapa gajah tersebut dinamai Milwanto, karena pada tahun 2006 sebelum pemekaran Kabupaten Labusel dari Kabupaten Labuhanbatu terjadi kenangan indah dan bersejarah. “Iya, kala itu Wabup Labuhanbatu bernama Sudarwanto.
Ketika Wabup menghadiri acara di sini, kemudian lahirlah seekor anak gajah. Kemudian bapak itu memberikannya nama. Gajah itu bernama Milwanto dan kini sudah berusia lebih kurang 10 tahun,” sebutnya.
Dia pun menceritakan, demi menjaga kelangsungan hidup para gajah, setidaknya harus memiliki lahan yang cukup memadai dan diperkirakan seluas ribuan hektare seperti yang disebutkan salah seorang tim pelatih gajah berasal dari negara Autralia. Tetapi pada kenyataanya kini areal lahan saat ini sudah jauh berkurang sejak terjadinya reformasi karena sudah ditanami perkebunan kelapa sawit serta pemukiman masyarakat.
Menurutnya, lokasi pusat pelatihan gajah ataupun taman wisata Holiday Resort ini merupakan aset Negara, diharapkan pihak pemerintah kiranya dapat mencari solusi ataupun memindahkan lokasi ke tempat yang baru nantinya. Mengingat kelangsungan hidup para gajah dan perkembangannya. Sehingga tidak ada kekuatiran bagi masyarakat nantinya jika seekor gajah sewaktu-waktu menyerang pemukiman warga karena stres.
“Ketika acara itu, pak Wabup Sudarwanto memberikan nama anak gajah itu, sedangkan saat ini lahannya sudah jauh berkurang bila dibandingkan sebelum reformasi tahun 2007 lalu, bahkan gajah yang tersisa hanya tinggal 17 ekor lagi. Kalau lahan semakin berkurang dikuatirkan gajah-gajah akan punah,” tuturnya.
Sementara Udin Lubis salah seorang warga Kecamatan Torgamba mengimbau pemerintah agar dapat melakukan pelepasan lahan yang kini telah diduduki oleh masyarakat. Kenapa, menurutnya, agar lahan itu memiliki status surat yang jelas karena tanpa adanya pelepasan lahan yang sah, maka pembangunan daerah pun jadi terhambat.
“Mari kita lihat saja, seperti pihak PLN tidak mau memasukkan instalasi arus listrik. Padahal kalau kita lihat dari jumlah penduduk di lokasi pelatihan gajah sudah selayaknya dialiri PLN, tetapi nyatanya tidak mungkin karena belum ada pelepasan lahan itu, makanya PLN tak mau memasukkan listrik,” sindirnya. (TT/int)
0 comments:
Post a Comment