TobaTimes-Semuanya serba berbayar. Baik dengan kredit maupun debet. Jugul juga demikian. Ia mempersilakan istrinya, Nanti, seranjang dengan pembantunya, sebut saja Dartu. Bahkan, Jugul memberikan tambahan gaji bila Dartu bila mampu memuaskan Nanti.
Tak ada penyesalan dari rauh wajah Jugul. Pria berbadan tegak itu tampak tenang melihat kehadiran Dartu yang menunggu di depan parkir Pengadilan Agama (PA), Klas 1A Surabaya, Selasa (9/8).
Kehadiran Dartu tetap berstatus sebagai pembantu Jugul dan Nanti. Suami istri itu datang ke PA untuk mengurus ahli waris orang tua mereka.
Jugul akan langsung memberikan warisan kedua orang tuanya pada ketiga anaknya. Itu dilakukan supaya, Nanti tidak menuntut apa-apa di kemudian hari.
Dalam tradisi keluarga biasanya pembagian waris baru dilakukan setelah orang tua mereka meninggal.
Namun, ada pula yang memilih sebelum meninggal membagi warisannya supaya nantinya tidak terjadi konflik atas anak-anak mereka.
Meskipun hanya PNS, Jugul termasuk orang dari keluarga keturunan kaya raya. Lahannya masih empat hektar lebih di kawasan Surabaya Timur dan Surabaya Barat.
Beberapa lahan dibangun kos-kosan dan ada pula yang dibangun pertokoan dengan sistem sewa. Sementara gaji PNS-nya selama ini ditabung dan untuk membeli tanah lagi.
“Syukur urusan uang selalu lancar, yang bikin pusing itu sebenarnya urusan istri,” kata Jugul.
Kendati mengaku cuek dengan hubungan Dartu dan Nanti, Jugul tak memungkiri merasa sakit hati dengan hubungan mereka.
Sebab, Dartu tetap meminta gaji berlebih dan jatah pemuas terhadap keluarga Jugul.
“Saya dan istri jadi terikat. Saya tidak berbuat apa-apa. Tidak berani menolak dia di rumah karena takut istri marah. Takut terbongkar, makanya saya memberi uang lebih untuk dia. Kasarannya uang plus lah,” kata Nanti.
“Umur kan yang menentukan Tuhan. Saya tidak tahu, besok meninggal atau tidak. Makanya, biar saya tenang, saya langsung bagi warisan ini,” kata Jugul di sela-sela sidang pembagian waris atas nama anaknya.
Diakui Jugul pembagian waris itu memang terkesan tergesa-gesa.
Donlesi memberi gaji pokok sebesar Rp 2,7 juta per bulan. Nah, biasanya ia menambahkan dua bahkan tiga kali lipat gaji, sekitar Rp 5,4 hingga Rp 7 jutaan.
“Kerjanya sih cuma bersihin mobil atau nyapu. Kan saya punya dua pembantu di rumah,” kata dia.
Nanti tampak diam seribu bahasa. Dia memilih tak berkomunikasi dengan siapa pun, baik dengan Dartu maupun suaminya sendiri.
“Iya nganter suami. Tidak tahu mau meninggal paling, kok sudah mau bagi-bagi warisan,” tandas Nanti kemudian ke salah satu warung.
Tak berbeda pula dengan sikap Dartu. Pria yang sudah berisitri itu pun tak berkomentar apa-apa. Namun, dari aura tatapannya dia begitu tampak perhatian dengan Nanti.
Dia menatap Nanti dengan lembut dan tanpa berujar apapun.
“Nganter majikan saja Mbak,” pungkas dia langsung menutup pintu mobil. (Sumber: jpnn.com)
Tak ada penyesalan dari rauh wajah Jugul. Pria berbadan tegak itu tampak tenang melihat kehadiran Dartu yang menunggu di depan parkir Pengadilan Agama (PA), Klas 1A Surabaya, Selasa (9/8).
Kehadiran Dartu tetap berstatus sebagai pembantu Jugul dan Nanti. Suami istri itu datang ke PA untuk mengurus ahli waris orang tua mereka.
Jugul akan langsung memberikan warisan kedua orang tuanya pada ketiga anaknya. Itu dilakukan supaya, Nanti tidak menuntut apa-apa di kemudian hari.
Dalam tradisi keluarga biasanya pembagian waris baru dilakukan setelah orang tua mereka meninggal.
Namun, ada pula yang memilih sebelum meninggal membagi warisannya supaya nantinya tidak terjadi konflik atas anak-anak mereka.
Meskipun hanya PNS, Jugul termasuk orang dari keluarga keturunan kaya raya. Lahannya masih empat hektar lebih di kawasan Surabaya Timur dan Surabaya Barat.
Beberapa lahan dibangun kos-kosan dan ada pula yang dibangun pertokoan dengan sistem sewa. Sementara gaji PNS-nya selama ini ditabung dan untuk membeli tanah lagi.
“Syukur urusan uang selalu lancar, yang bikin pusing itu sebenarnya urusan istri,” kata Jugul.
Kendati mengaku cuek dengan hubungan Dartu dan Nanti, Jugul tak memungkiri merasa sakit hati dengan hubungan mereka.
Sebab, Dartu tetap meminta gaji berlebih dan jatah pemuas terhadap keluarga Jugul.
“Saya dan istri jadi terikat. Saya tidak berbuat apa-apa. Tidak berani menolak dia di rumah karena takut istri marah. Takut terbongkar, makanya saya memberi uang lebih untuk dia. Kasarannya uang plus lah,” kata Nanti.
“Umur kan yang menentukan Tuhan. Saya tidak tahu, besok meninggal atau tidak. Makanya, biar saya tenang, saya langsung bagi warisan ini,” kata Jugul di sela-sela sidang pembagian waris atas nama anaknya.
Diakui Jugul pembagian waris itu memang terkesan tergesa-gesa.
Donlesi memberi gaji pokok sebesar Rp 2,7 juta per bulan. Nah, biasanya ia menambahkan dua bahkan tiga kali lipat gaji, sekitar Rp 5,4 hingga Rp 7 jutaan.
“Kerjanya sih cuma bersihin mobil atau nyapu. Kan saya punya dua pembantu di rumah,” kata dia.
Nanti tampak diam seribu bahasa. Dia memilih tak berkomunikasi dengan siapa pun, baik dengan Dartu maupun suaminya sendiri.
“Iya nganter suami. Tidak tahu mau meninggal paling, kok sudah mau bagi-bagi warisan,” tandas Nanti kemudian ke salah satu warung.
Tak berbeda pula dengan sikap Dartu. Pria yang sudah berisitri itu pun tak berkomentar apa-apa. Namun, dari aura tatapannya dia begitu tampak perhatian dengan Nanti.
Dia menatap Nanti dengan lembut dan tanpa berujar apapun.
“Nganter majikan saja Mbak,” pungkas dia langsung menutup pintu mobil. (Sumber: jpnn.com)
0 comments:
Post a Comment