TobaTimes-Bung Karno dan sejumlah bapak bangsa lainnya pernah diasingkan ke kawasan Danau Toba. Sejarawan Sumut, Ichwan Azhari mengingatkannya untuk kita semua. Momen yang pas jelang even Karnaval Kemerdekaan Pesona Toba 2016. Di akun facebook pribadi miliknya, Ichwan Azhari menuliskan hal itu, demikian:
Kata berita, Presiden Jokowi akan menghadiri “Karnaval Kemerdekaan Pesona Toba 2016”, yang nampak super mewah sampai buat panggung di atas air tapi sekaligus mempermalukan kecerdasan kita sebagai bangsa.
Mempermalukan kecerdasan karena judulnya Karnaval Kemerdekaan (bulan Agustus), tapi spirit berkaitan dengan sejarah kemerdekaan di Prapat, patik lihat tidak ada dalam agenda program.
Baru kemarin kita lihat di Medsos, Wapres dituduh membuka Musyawarah Adat Batak versi satu faksi Batak saja dan dicibir faksi Batak lainnya. Kini apakah kita menunggu Jokowi dipermalukan dalam agenda Karnaval Kemerdekaan karena pakai istilah “kemerdekaan”.
Sementara spirit dan peristiwa berkaitan dengan kemerdekaan yang ada di depan hidung (Situs Rumah Pengasingan Bung Karno, Sutan Sjahrir dan H.Agus Salim) dinistakan?
Pada akhir Desember 1948, tiga pemimpin Republik Indonesia, yakni Bung Karno, Sjahrir, dan Haji Agus Salim, diasingkan ke Sumatera Utara, mula-mula ditempatkan di Brastagi lalu dipindahkan ke Prapat.
Kata Bung Karno: “Rumah kami letaknya di ketinggian di ujung semenanjung di atas tebing yang curam menghadap ke danau. Sangat indah pemandangan itu. Pun sukar untuk dimasuki. Di tiga sisi dia dikelilingi oleh air.”
Rumah pengasingan yang kecil di Prapat itu juga menjadi saksi kehidupan para pemimpin Republik yang tidak selalu harmonis. Seperti diakui Bung Karno sendiri, dirinya kerap bertengkar dengan Sjahrir.
Sejarahwan Asvi Warman Adam suatu hari meminta staf patik dampingi berkunjung ke rumah ini dalam rangka mengklarifikasi konflik Soekarno-Sjahrir lewat posisi kamar mandi dan tempat tidur. (Temuan ini kemudian ditulis pak Asvi di bukunya “Bung Karno dan Kemeja Arrow”).
Waktu hendak masuk ke kamar Bung Karno itu Pak Asvi alami sendiri bagaimana sulitnya bisa masuk mengingat situs itu sudah semacam penginapan eksklusif para pejabat dan pegawai Pemprovsu.
Dalam catatan sejarah , Sjahrir kemudian lebih dulu dibebaskan dari rumah tahanan ini. Ketika patik tahun 2010 ke Arsip Nasional Den Haag patik temukan banyak dokumen belum diungkap berkaitan dengan rumah tahanan ini.
Juga foto-foto yang belum ada ditayang di berbagai postingan internet. Patik ada merepro puluhan halaman dokumen yang masuk dalam kategori arsip rahasia Belanda di bawah nama “Geheim” di pojok Arsip.
Patik juga temukan beberapa telegram Bung Karno ada kepada Sjahrir dan Hatta yang menyetujui kedua pemimpin ini sebagai wakilnya dalam perundingan dengan Belanda. Ada juga telegram Bung Karno yang menyebut Sjahrir sebagai “Penasehat Presiden RI”.
Dokumen dari rumah ini (termasuk hasil interogasi Belanda, tawaran-tawaran dan rayuan Belanda) banyak yang belum diungkap dalam sejarah.
Sayangnya rumah ini tidak begitu dikenal dalam sejarah Indonesia dan ruang dalamnya sulit dimasuki masyarakat umum sebagai situs sejarah karena dijadikan mess peristirahatan pejabat Pemprovsu.
Seharusnya rumah ini dijadikan Museum atau rumah Sejarah Nasional dan tidak dijadikan Mess Pemrovsu lagi agar semua lapisan masyarakat khususnya generasi muda leluasa mendapat pembelajaran sejarah dari rumah yang sangat historis ini.
Pemerintah pusat harusnya mengambil alih rumah ini untuk dijadikan museum atau memaksa Pemprovsu membatalkan ini jadi penginapan.
Banyak kisah orang kecewa setelah datang jauh-jauh sampai di sini tidak boleh masuk karena “Tuan Besar Pemprovsu lagi nginap”, atau mungkin kamar lagi disewakan.
Karnaval Kemerdekaan harusnya secara cerdas memasukkan situs rumah Bung Karno ini jadi objek kunjungan “kemerdekaan”, dibuka untuk umum, mengisinya dengan pameran, pemutaran film sejarah atau diskusi.
Penanaman nilai-nilai kebangsaan bukan hanya dalam pidato-pidato formal yang semakin memuakkan itu, tapi lewat kunjungan ke situs Bung Karno yang mengharukan ini.
Dua bulan lebih 3 tokoh pendiri bangsa di sekap di sini. Dan kini situsnya diabaikan saat bangsa yang mereka perjuangkan kemerdekaannya itu sedang pesta pora Karnaval Kemerdekaan berbiaya milyaran rupiah.
Entahlah kalau kita tidak punya rasa malu lagi kepada para pejuang yang pernah kesepian ditawan di tempat itu. (Ichwan Azhari/pojoksumut)
Kata berita, Presiden Jokowi akan menghadiri “Karnaval Kemerdekaan Pesona Toba 2016”, yang nampak super mewah sampai buat panggung di atas air tapi sekaligus mempermalukan kecerdasan kita sebagai bangsa.
Mempermalukan kecerdasan karena judulnya Karnaval Kemerdekaan (bulan Agustus), tapi spirit berkaitan dengan sejarah kemerdekaan di Prapat, patik lihat tidak ada dalam agenda program.
Baru kemarin kita lihat di Medsos, Wapres dituduh membuka Musyawarah Adat Batak versi satu faksi Batak saja dan dicibir faksi Batak lainnya. Kini apakah kita menunggu Jokowi dipermalukan dalam agenda Karnaval Kemerdekaan karena pakai istilah “kemerdekaan”.
Sementara spirit dan peristiwa berkaitan dengan kemerdekaan yang ada di depan hidung (Situs Rumah Pengasingan Bung Karno, Sutan Sjahrir dan H.Agus Salim) dinistakan?
Pada akhir Desember 1948, tiga pemimpin Republik Indonesia, yakni Bung Karno, Sjahrir, dan Haji Agus Salim, diasingkan ke Sumatera Utara, mula-mula ditempatkan di Brastagi lalu dipindahkan ke Prapat.
Kata Bung Karno: “Rumah kami letaknya di ketinggian di ujung semenanjung di atas tebing yang curam menghadap ke danau. Sangat indah pemandangan itu. Pun sukar untuk dimasuki. Di tiga sisi dia dikelilingi oleh air.”
Rumah pengasingan yang kecil di Prapat itu juga menjadi saksi kehidupan para pemimpin Republik yang tidak selalu harmonis. Seperti diakui Bung Karno sendiri, dirinya kerap bertengkar dengan Sjahrir.
Sejarahwan Asvi Warman Adam suatu hari meminta staf patik dampingi berkunjung ke rumah ini dalam rangka mengklarifikasi konflik Soekarno-Sjahrir lewat posisi kamar mandi dan tempat tidur. (Temuan ini kemudian ditulis pak Asvi di bukunya “Bung Karno dan Kemeja Arrow”).
Waktu hendak masuk ke kamar Bung Karno itu Pak Asvi alami sendiri bagaimana sulitnya bisa masuk mengingat situs itu sudah semacam penginapan eksklusif para pejabat dan pegawai Pemprovsu.
Dalam catatan sejarah , Sjahrir kemudian lebih dulu dibebaskan dari rumah tahanan ini. Ketika patik tahun 2010 ke Arsip Nasional Den Haag patik temukan banyak dokumen belum diungkap berkaitan dengan rumah tahanan ini.
Juga foto-foto yang belum ada ditayang di berbagai postingan internet. Patik ada merepro puluhan halaman dokumen yang masuk dalam kategori arsip rahasia Belanda di bawah nama “Geheim” di pojok Arsip.
Patik juga temukan beberapa telegram Bung Karno ada kepada Sjahrir dan Hatta yang menyetujui kedua pemimpin ini sebagai wakilnya dalam perundingan dengan Belanda. Ada juga telegram Bung Karno yang menyebut Sjahrir sebagai “Penasehat Presiden RI”.
Dokumen dari rumah ini (termasuk hasil interogasi Belanda, tawaran-tawaran dan rayuan Belanda) banyak yang belum diungkap dalam sejarah.
Sayangnya rumah ini tidak begitu dikenal dalam sejarah Indonesia dan ruang dalamnya sulit dimasuki masyarakat umum sebagai situs sejarah karena dijadikan mess peristirahatan pejabat Pemprovsu.
Seharusnya rumah ini dijadikan Museum atau rumah Sejarah Nasional dan tidak dijadikan Mess Pemrovsu lagi agar semua lapisan masyarakat khususnya generasi muda leluasa mendapat pembelajaran sejarah dari rumah yang sangat historis ini.
Pemerintah pusat harusnya mengambil alih rumah ini untuk dijadikan museum atau memaksa Pemprovsu membatalkan ini jadi penginapan.
Banyak kisah orang kecewa setelah datang jauh-jauh sampai di sini tidak boleh masuk karena “Tuan Besar Pemprovsu lagi nginap”, atau mungkin kamar lagi disewakan.
Karnaval Kemerdekaan harusnya secara cerdas memasukkan situs rumah Bung Karno ini jadi objek kunjungan “kemerdekaan”, dibuka untuk umum, mengisinya dengan pameran, pemutaran film sejarah atau diskusi.
Penanaman nilai-nilai kebangsaan bukan hanya dalam pidato-pidato formal yang semakin memuakkan itu, tapi lewat kunjungan ke situs Bung Karno yang mengharukan ini.
Dua bulan lebih 3 tokoh pendiri bangsa di sekap di sini. Dan kini situsnya diabaikan saat bangsa yang mereka perjuangkan kemerdekaannya itu sedang pesta pora Karnaval Kemerdekaan berbiaya milyaran rupiah.
Entahlah kalau kita tidak punya rasa malu lagi kepada para pejuang yang pernah kesepian ditawan di tempat itu. (Ichwan Azhari/pojoksumut)
0 comments:
Post a Comment