6.8.16

Kisah Pembuat Batu Nisan di Kuburan Preman, Ngeri!

TobaTimes-Edi Ibrahim, pria kelahiran Makassar 5 Januari 1965 ini mengaku telah membuat batu nisan sejak 2008. Awalnya, hanya ukuran kecil yang diperuntukan bagi pusara anak-anak. Lama kelamaan, mulai membuat untuk orang dewasa.

 

Sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan waktu itu membuat pria tiga anak ini mencoba peruntungan melalui kerajinan batu nisan.

Hasil buatannya hanya dipajang di pinggir Jalan Hasanuddin, Kelurahan Selisun, Kecamatan Nunukan Selatan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Harganya juga masih berkisar Rp 100 ribu hingga 300 ribu per unit.

Kini jalan tersebut sudah sepi, jarang dilalui kendaraan masyarakat. Sebab, jalan yang merupakan satu-satunya penghubung antara Kecamatan Nunukan dengan Nunukan Selatan itu telah ditutup akibat adanya proyek penambahan landasan pacu Bandar Udara (Bandara) Nunukan.

“Sebenarnya gampang saja buatnya karena tidak menggunakan batu gunung. Makanya harganya juga terbilang murah dibanding batu nisan batu gunung. Apalagi di Nunukan ini tidak mudah temukan batu gunung ukuran besar,” ungkapnya.

Salah satunya ketika batu nisan lama yang terbuat dari kayu tidak ingin tercabut. Padahal, dirinya telah menggali dan ujung kayu yang tertanam telah terlihat dan bergoyang. Anehnya, selama 5 jam tidak bisa dipindahkan.

“Saya heran juga. Sempat termenung melihatnya. Tapi, karena saya perbaiki niat awal saya, akhirnya tercabut juga. Yang punya kuburan katanya preman dan mati terbunuh,” ceritanya.

Belum lagi ketika mengerjakan pesanan pelanggan hingga malam hari di kuburan. Dengan ditemani penerangan seadanya pekerjaan tetap dilanjutkan.

Ia mengaku, ketika membuatkan batu nisan di salah satu pemakaman kuburan yang ada di Kecamatan Nunukan, dirinya sempat melihat mahkluk halus melintas di depannya. Bahkan, terasa ada yang mengawasinya sejak awal mengerjakan batu nisan.

Apalagi batu nisan untuk kuburan yang dikerjakan itu baru sepekan ditempati. Sehingga suasananya menyeramkan. Bahkan, terkadang mencium aroma tidak sedap di sekitar kuburan.

“Sebenarnya saya takut. Tapi karena tuntutan ekonomi, pekerjaan ini tetap saya lakoni. Anak saya terpaksa hanya sampai tingkat SMA saja sekolahnya. Semuanya karena terbentur biaya. Tapi, syukurnya sekarang dua anak saya sudah bekerja,” ujarnya.

Disebutkan, untuk 1 unit ukuran besar dengan panjang 1,25 meter dan tinggi 1,30 meter itu dihargai Rp 2 juta. Untuk ukuran kecil hanya berkisar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu per unit.

“Biasanya saya juga melihat pembelinya. Jika tergolong orang mampu, harganya tetap. Tapi kalau termasuk kurang mampu, saya justru niatkan untuk sumbangan saja. Batu nisan ini baru ramai dipesan setelah hari raya,” akunya.

Suami dari Sitti Malaya ini menceritakan sejumlah pengalamannya selama menekuni bisnis yang berbau dengan kematian ini. Menurutnya, selama tujuh tahun menjalani bisnisnya, pengalaman mistis juga ikut dialami. Utamanya ketika ada pesanan dari keluarga pemilik pusara yang ingin dibuatkan di kuburan.

“Kalau saya buatnya di rumah, Alhamdulillah tidak pernah ada yang aneh atau hal-hal yang mistis. Semuanya biasanya saja. Seperti saya membangun sebuah bangunan rumah. Tapi, yang menyeramkan itu ketika dikerjakan di kuburan. Banyak kejadian yang saya alami,” aku Edi.

Batu nisan produksi Edi ini bukan termasuk batu ukiran dari batu gunung. Namun, proses pembuatannya hanya menggunakan cetakan.

Sehingga untuk proses pengerjaan satu unit batu nisan tidak memerlukan waktu yang lama. Biasanya, dalam seharinya Edi mampu menghasilkan dua unit siap jual. Temasuk proses penghalusan dan pengecetan.

“Warnanya perak seperti asli batu gunung karena dicat. Kalau diukir menggunakan batu gunung, harganya bisa puluhan juta juga. Jadi, hanya orang tertentu saja yang bisa memilikinya,” ujarnya.

Dikatakan, selama menekuni pekerjaan tersebut, sering terlintas dipikirannya tentang dirinya ketika meninggal. Apakah menggunakan batu nisan buatannya atau seperti apa. Namun, menurutnya dirinya telah meminta ke keluarganya agar dibuatkan batu nisan yang sederhana. Tidak perlu terlalu besar.

“Kasihan yang di samping kuburan saya kalau besar. Nanti tetangga saya tidak dapat bagian juga. Cukup yang kecil biar ada tempat juga bagi orang lain,” ujarnya. (syamsulbahri/jpnn)

0 comments:

Post a Comment