TobaTimes-Yayasan Rancage kembali memberikan hadiah sastra pada delapan sastrawan yang menulis dalam bahasa ibu Sunda, Jawa, Bali, dan Batak. Pengumuman dan penyerahan piagam dan hadiah uang masing-masing Rp 5 juta dilakukan di sela pembukaan Kongres Bahasa Daerah Nusantara di Gedung Merdeka, Bandung, Senin, 2 Agustus 2016.
Ketua Yayasan Rancage Rachmat Taufiq Hidayat mengatakan, tahun ini hadiah Rancage bahasa ibu Banjar dan Lampung tidak diberikan karena tidak ada buku yang terbit dalam bahasa ibu itu tahun lalu. “Gayo sudah mulai mengirim naskahnya pada kami. Tahun depan mungkin kita pertimbangkan,” kata dia, Senin, 2 Agustus 2016.
Rachmat mengatakan hadiah Rancage tahun ini juga masih diberikan pada karya sastra bahasa Batak yang terhitung baru diberikan dua tahun terakhir menyusul bahasa ibu dari Sunda, Jawa, dan Bali. “Sastra dalam bentuk moderen bahasa Batak ini terinspirasi Saut Poltak Simbolon, penulis novel tahun 78 yang sangat laris kala itu, kemudian mengadvokasi sastra batak dalam bentuk tertulis,” kata dia.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Rancage, Ajip Rosidi dalam tulisan laporan keputusan pemberian hadiah Rancage itu itu mengatakan, pemberian hadiah Rancage 2016 untuk sastra sunda diberikan pada buku kumpulan cerita pendek “Nadran” karya Ahmad Bakri terbitan Kiblat Buku Utama Bandung. Sementara hadiah Rancage 2016 untuk jasa dalam sastra Sunda diberikan pada Adang S, pensiuann tentara yang aktif mengarang, serta mendirikan berbagai komunitas diantaranya komunitas Harupat, serta Caraka.
Ajip mengatakan, ada dua kandidat penerima hadiah Rancage tahun ini untuk buku sastra Sunda. Tapi buku Nadran karya Ahmad Bakri menyisihkan “Mun Tulus jadi Randa” (Kalau Terlaksana jadi Janda) karya Holisoh ME, kedua buku tersebut sama-sama buku kumpulan cerita pendek. Yayasan Rancage menerima seluruhnya 24 judul buku sastra Sunda yang dinilai untuk mendapat hadiah Rancage.
Hadiah Rancage 2016 untuk sastra Jawa diberikan pada buku”Alun Samodra Rasa” karya Ardini Pangastuti terbitan Surya Samudra. Ajip mengatakan, terdapat 18 buku sastra Jawa yang terbit selama 2015. Dari jumlah itu 4 judul masuk dalam nominasi hadiah Rancage yakni roman “Ing Satengahing Alas Brongkos” karya Tiwiek SA, kumpulan guritan “Lintang Gumiwang” karya JFX Hoery, “Warung Poci” karya Maufur, serta roman “Alun Samudra Rosa” yang akhirnya memenangkan hadiah Rancage.
Ajip mengatakan hadiah Rancage 2016 untuk bidang jasa dalam sastra Jawa diserahkan pada Sri Setyowati alias Trinil, dosen Universitas Negeri Surabaya. Pegiat Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS) ini mepergunakan bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. “Karena ia ingin menunjukkan budaya Jawa yang tidak melulu berpusat di keraton,” kata dia.
Hadiah Rancage 2016 untuk buku sastra bahasa Bali diberikan pada buku “Swecan Widhi” karya I Komang Alit Juliartha. Buku yang berisi 15 cerita pendek yang dibuat pengarangnya antara tahun 2013-2015 itu menyisihkan 17 judul karya sastra Bahasa Bali yang terbit sepanjang tahun 2015. “Lebih banyak 5 judul dibandingkan yang terbit tahun sebelumnya,” kata Ajip. Belasan buku itu terdiri dari 6 kumpulan puisi, 6 roman, dan 5 kumpulan cerita pendek.
Ajip mengatakan, hadiah Rancage 2016 untuk jasa dalam sastra Bahasa Bali diberikan pada I Gede Gita Purnama Arsa Putra. “Hampir 10 tahun terakhir Gede Gita aktif dalam pembinaan bahasa dan sastra Bali serta memperjuangkan nasib bahasa Bali dalam proses marjinalisasi yang nampak dalam penerbitan buku sastra Bali moderen dan aktivitasnya dalam perjuangan pembinaan bahasa Bali terutama pada generasi muda,” kata dia.
Sementara hadiah Rancage 2016 untuk sastra Batak diberikan pada buku “Ulos Sorpi” atau Kain Ulos Terlipat karya Rose Lumbantoruan, terbitan Selasar Pena Talenta, Jakarta. Ajip mengatakan, ada tiga karya buku terbit sepanjang 2015 dalam bahasa Batak. Satu buku tidak dinilai karena berisi kumpulan karya bersama yakni “Embas Sian Dakdanak” (Tari Gembira Anak-Anak), sehingga hanya dua buku yang dinilai yakni “Manigar Sihol” (Mengajuk Rindu) karya S Mida Silaban, serta Ulos Sorpi yang kemudian terpilih memenangkan hadiah Rancage 2016.
Ketua Tim Penilai hadiah Rancage 2016 sastra berbahasa Batak, Parkitri T Simbolon mengatakan, belum bisa mengusulkan penerima hadiah Rancage 2016 untuk jasanya dalam pengembangan Bahas Batak. “Calon banyak, tapi untuk itu perlu tenaga untuk menelitinya dengan baik. Semoga tahun depan hal itu bisa dilaksanakan,” kata dia dalam penjelasannya pada penilaian karya itu.
Yayasan Rancage juga memberikan hadiah Samsudi 2016 pada karya buku bacaan anak-anak dalam bahasa Sunda. Tiga buku mendapat nominasi yakni “Ngala Jangkrik” karya Holisoh ME, “Pengkolan Jalan Cikajang” karya Usep Romli HM, dan “Bentang Hariring”m karya Dian Hedrayana. Hadiah Samsudi berupa piagam dan uang Rp 5 juta akhirnya diserahkan pada buku “Bentang Hariring” karya Dian Hedrayana, terbitan KSB Rawayan Bandung.
Sri Setyowati, alias Trinil pemenang hadiah Rancage 2016 untuk jasanya dalam sastra Jawa, mengatakan, di Jawa Timur berkembang bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran yang berbeda dari bentuk bakunya yang berpusat di keraton. Perkembangan bahas ibu Jawa dengan dialiek Jawa Timuran dinilainya tersendat karena ketakutan penggunanya sendiri. “Mereka jadi takut salah, kalau tidak pakai bahasa (Jawa) yang halus nanti salah,” kata dia, Selasa, 2 Agustus 2016.
Sri mengaku, sengaja menulis sastra Jawa dengan dialek Jawa Timuran yang akrab dipergunakan oleh warga Surabaya dan sekitarnya. Niatnya, untuk mengenalkan bahasa Jawa dialek Suroboyo itu bisa dipergunakan membuat puisi hingga guritan. Materi sastra bahasa Jawa dialek Jawa Timuran itu juga menjadi contoh karya bagi para guru sekolah. “Aku seneng guruku ayu, guruku apil senenge mulange aku, itu kasih A saja, supaya siswa gak takut,” kata dia mencontohkan. Pemerintah Surabaya akhirnya memasukkan basa daerah bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran itu dalam kurikulum muatan lokal sekolah. (ahmadfikri.tempo.co)
Ketua Yayasan Rancage Rachmat Taufiq Hidayat mengatakan, tahun ini hadiah Rancage bahasa ibu Banjar dan Lampung tidak diberikan karena tidak ada buku yang terbit dalam bahasa ibu itu tahun lalu. “Gayo sudah mulai mengirim naskahnya pada kami. Tahun depan mungkin kita pertimbangkan,” kata dia, Senin, 2 Agustus 2016.
Rachmat mengatakan hadiah Rancage tahun ini juga masih diberikan pada karya sastra bahasa Batak yang terhitung baru diberikan dua tahun terakhir menyusul bahasa ibu dari Sunda, Jawa, dan Bali. “Sastra dalam bentuk moderen bahasa Batak ini terinspirasi Saut Poltak Simbolon, penulis novel tahun 78 yang sangat laris kala itu, kemudian mengadvokasi sastra batak dalam bentuk tertulis,” kata dia.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Rancage, Ajip Rosidi dalam tulisan laporan keputusan pemberian hadiah Rancage itu itu mengatakan, pemberian hadiah Rancage 2016 untuk sastra sunda diberikan pada buku kumpulan cerita pendek “Nadran” karya Ahmad Bakri terbitan Kiblat Buku Utama Bandung. Sementara hadiah Rancage 2016 untuk jasa dalam sastra Sunda diberikan pada Adang S, pensiuann tentara yang aktif mengarang, serta mendirikan berbagai komunitas diantaranya komunitas Harupat, serta Caraka.
Ajip mengatakan, ada dua kandidat penerima hadiah Rancage tahun ini untuk buku sastra Sunda. Tapi buku Nadran karya Ahmad Bakri menyisihkan “Mun Tulus jadi Randa” (Kalau Terlaksana jadi Janda) karya Holisoh ME, kedua buku tersebut sama-sama buku kumpulan cerita pendek. Yayasan Rancage menerima seluruhnya 24 judul buku sastra Sunda yang dinilai untuk mendapat hadiah Rancage.
Hadiah Rancage 2016 untuk sastra Jawa diberikan pada buku”Alun Samodra Rasa” karya Ardini Pangastuti terbitan Surya Samudra. Ajip mengatakan, terdapat 18 buku sastra Jawa yang terbit selama 2015. Dari jumlah itu 4 judul masuk dalam nominasi hadiah Rancage yakni roman “Ing Satengahing Alas Brongkos” karya Tiwiek SA, kumpulan guritan “Lintang Gumiwang” karya JFX Hoery, “Warung Poci” karya Maufur, serta roman “Alun Samudra Rosa” yang akhirnya memenangkan hadiah Rancage.
Ajip mengatakan hadiah Rancage 2016 untuk bidang jasa dalam sastra Jawa diserahkan pada Sri Setyowati alias Trinil, dosen Universitas Negeri Surabaya. Pegiat Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS) ini mepergunakan bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. “Karena ia ingin menunjukkan budaya Jawa yang tidak melulu berpusat di keraton,” kata dia.
Hadiah Rancage 2016 untuk buku sastra bahasa Bali diberikan pada buku “Swecan Widhi” karya I Komang Alit Juliartha. Buku yang berisi 15 cerita pendek yang dibuat pengarangnya antara tahun 2013-2015 itu menyisihkan 17 judul karya sastra Bahasa Bali yang terbit sepanjang tahun 2015. “Lebih banyak 5 judul dibandingkan yang terbit tahun sebelumnya,” kata Ajip. Belasan buku itu terdiri dari 6 kumpulan puisi, 6 roman, dan 5 kumpulan cerita pendek.
Ajip mengatakan, hadiah Rancage 2016 untuk jasa dalam sastra Bahasa Bali diberikan pada I Gede Gita Purnama Arsa Putra. “Hampir 10 tahun terakhir Gede Gita aktif dalam pembinaan bahasa dan sastra Bali serta memperjuangkan nasib bahasa Bali dalam proses marjinalisasi yang nampak dalam penerbitan buku sastra Bali moderen dan aktivitasnya dalam perjuangan pembinaan bahasa Bali terutama pada generasi muda,” kata dia.
Sementara hadiah Rancage 2016 untuk sastra Batak diberikan pada buku “Ulos Sorpi” atau Kain Ulos Terlipat karya Rose Lumbantoruan, terbitan Selasar Pena Talenta, Jakarta. Ajip mengatakan, ada tiga karya buku terbit sepanjang 2015 dalam bahasa Batak. Satu buku tidak dinilai karena berisi kumpulan karya bersama yakni “Embas Sian Dakdanak” (Tari Gembira Anak-Anak), sehingga hanya dua buku yang dinilai yakni “Manigar Sihol” (Mengajuk Rindu) karya S Mida Silaban, serta Ulos Sorpi yang kemudian terpilih memenangkan hadiah Rancage 2016.
Ketua Tim Penilai hadiah Rancage 2016 sastra berbahasa Batak, Parkitri T Simbolon mengatakan, belum bisa mengusulkan penerima hadiah Rancage 2016 untuk jasanya dalam pengembangan Bahas Batak. “Calon banyak, tapi untuk itu perlu tenaga untuk menelitinya dengan baik. Semoga tahun depan hal itu bisa dilaksanakan,” kata dia dalam penjelasannya pada penilaian karya itu.
Yayasan Rancage juga memberikan hadiah Samsudi 2016 pada karya buku bacaan anak-anak dalam bahasa Sunda. Tiga buku mendapat nominasi yakni “Ngala Jangkrik” karya Holisoh ME, “Pengkolan Jalan Cikajang” karya Usep Romli HM, dan “Bentang Hariring”m karya Dian Hedrayana. Hadiah Samsudi berupa piagam dan uang Rp 5 juta akhirnya diserahkan pada buku “Bentang Hariring” karya Dian Hedrayana, terbitan KSB Rawayan Bandung.
Sri Setyowati, alias Trinil pemenang hadiah Rancage 2016 untuk jasanya dalam sastra Jawa, mengatakan, di Jawa Timur berkembang bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran yang berbeda dari bentuk bakunya yang berpusat di keraton. Perkembangan bahas ibu Jawa dengan dialiek Jawa Timuran dinilainya tersendat karena ketakutan penggunanya sendiri. “Mereka jadi takut salah, kalau tidak pakai bahasa (Jawa) yang halus nanti salah,” kata dia, Selasa, 2 Agustus 2016.
Sri mengaku, sengaja menulis sastra Jawa dengan dialek Jawa Timuran yang akrab dipergunakan oleh warga Surabaya dan sekitarnya. Niatnya, untuk mengenalkan bahasa Jawa dialek Suroboyo itu bisa dipergunakan membuat puisi hingga guritan. Materi sastra bahasa Jawa dialek Jawa Timuran itu juga menjadi contoh karya bagi para guru sekolah. “Aku seneng guruku ayu, guruku apil senenge mulange aku, itu kasih A saja, supaya siswa gak takut,” kata dia mencontohkan. Pemerintah Surabaya akhirnya memasukkan basa daerah bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran itu dalam kurikulum muatan lokal sekolah. (ahmadfikri.tempo.co)
0 comments:
Post a Comment